.....W E L C O M E TO M Y B L O G....

Minggu, 07 Agustus 2011

Menulis Diatas Kertas Kehidupan Kita

Teman-teman.

Saya meyakini bahwa setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci. “Jiwanya bersih laksana selembar kertas putih,” demikian guru kehidupan saya mengajarkan. Setiap tindakan yang dilakukannya menjadi tanggungjawab orang tuanya hingga dia mencapai usia akil baligh. Jelas sekali jika orang tua hanya berperan dalam proses ‘persiapan’ saja. Sedangkan setelah seorang anak akil baligh, maka semua tindak tanduk dan perilakukanya menjadi tanggungjawab dirinya sendiri. Setiap orang memiliki buku catatan amalnya masing-masing yang akan menjadi laporan akhir ketika hari berbangkit tiba kelak. Lembaran-lembarannya merupakan dokumentasi semua perbuatan. Oleh sebab itu, menjalani hidup tidak ubahnya dengan menulis diatas kertas kehidupan itu sendiri.

Suatu ketika saya membuka kotak penyimpanan dokumen-dokumen lama yang sudah disimpan selama bertahun-tahun. Didalam kotak itu saya menemukan berbagai macam catatan, termasuk surat cinta, kartu lucu-lucu, puisi-puisi yang saya tulis, dan berbagai pernak-pernik lainnya. Ketika membacanya kembali, saya berkali-kali bergumam; apa iya saya pernah menulis kalimat ini? Tetapi saya tidak bisa mengelak karena kertas itu berisi tulisan tangan sendiri. Di hari kebangkitan kelak, nasib kita kira-kira sama; kita dihadapkan kepada buku besar berisi catatan perjalanan kehidupan. Jika catatan itu baik, maka kita akan senang. Namun, jika catatan itu buruk, kita bertanya; ‘benarkah saya sudah melakukan hal itu?” Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar menulis dalam kertas kehidupan; saya ajak untuk memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:

1. Nilai selembar kertas ditentukan oleh catatan yang tertulis didalamnya. Bayangkan Anda memiliki 4 lembar kertas berukuran A4 yang masing-masing Anda beli seharga 100 rupiah. Satu lembar digunakan oleh Barrack Obama untuk menuliskan memo tentang skema pembayaran utang Amerika. Satu lembar diambil Bill Gates untuk menuliskan memo hadiah 1 milyar dollar bagi siapa saja yang membawa kertas itu ke akuntannya. Satu lembar lagi digunakan bajak laut karibia untuk menggambarkan peta penyimpanan harta karunnya. Lembar terakhir Anda simpan utuh dalam sebuah kotak kayu didalam gudang. Sekarang, apakah ke 4 lembar kertas itu nilainya tetap sama? Tidak. Karena diatas masing-masing kertas itu sekarang sudah tertera catatan penting yang menentukan ‘nilai sebenarnya dari kertas itu. Berapa nilai kertas yang Anda biarkan kosong? Hidup kita juga sama. Tuhan menciptakan semua orang dengan nilai yang sama. Namun saat kita kembali menghadap kepadaNya, nilai itu sudah tidak sama lagi. Karena nilai akhir hidup kita, ditentukan oleh catatan yang tertulis dalam buku kehidupan masing-masing.

2. Menyadari setiap goresan tinta dalam kertas kehidupan. Jika Anda berkunjung ke ruang bayi di rumah bersalin, cobalah perhatikan wajah bayi itu satu demi satu. Bukankah semua bayi itu lucu dan menggemaskan? Anda tidak perlu mengenal siapa orang tua mereka untuk menyukai sosoknya. Karena bayi adalah mahluk suci putih bersih laksana selembar kertas utuh ke-4 yang masih Anda simpan itu. Saya dan Anda, dulu persis seperti bayi-bayi itu. Jiwa kita bersih. Namun kita sering tergoda untuk melakukan tindakan dan perilaku yang dikendalikan oleh hawa nafsu, sehingga kita sering tidak mempertimbangkan konsekuensi tindakan yang kita lakukan. Padahal setiap tindakan kita pada hakekatnya merupakan goresan-goresan pena dalam lembaran-lembaran kertas kehidupan kita. Sungguh rugi jika kita terlalu banyak menggoreskan tinta keburukan. Dan kita diliputi oleh keberuntungan yang dijanjikan oleh para Nabi, jika kita mengisi kertas itu dengan pena yang menuliskan jejak-jejak kebaikan dalam perjalanan hidup kita. Setidak-tidaknya, kita bisa mengusahakan agar lebih banyak catatan baik daripada yang buruk.

3. Kita tidak bisa menyangkal tulisan yang pernah dibuat. Dalam kotak dokumen lama itu saya menemukan sebuah puisi yang sungguh indah. Siapakah gerangan yang menuliskan puisi ini? Sulit untuk mempercayai jika puisi itu saya sendiri yang menulisnya. Puisi yang saya buat ketika jatuh cinta. Dalam kotak itu juga saya menemukan sebuah kertas berisi catatan tentang pengakuan atas dosa-dosa yang telah saya lakukan. Seburuk itukah saya? Kapan? Saya tidak pernah melakukan itu. Tetapi, jelas sekali jika catatan itu menorehkan pengakuan tulus saya atas perilaku buruk yang sudah saya perbuat. Sungguh, kita tidak mungkin bisa mengingat semua hal yang pernah kita lakukan semasa hidup. Namun kertas kehidupan kita mencatatkan semuanya itu dengan sedetail-detailnya tentang makanan yang kita santap, hak orang lain yang kita jarah, harta yang kita rebut dengan cara licik, kebohongan yang kita tutupi didepan publik, bisikan hati yang kita sembunyikan, senyum yang kita tebarkan, nasihat yang kita sampaikan, kebaikan yang kita berikan. Semuanya tercatat dengan rapi. Kelak jika catatan itu dibahas disidang akhirat, kita akan terkejut; oh, benarkah saya telah melakukan kebaikan itu? Sebuah kejutan yang indah. Namun sungguh rugi jika kita terkejut oleh catatan buruk amal-amal kita. Lidah kita boleh menyangkal. Tetapi, catatan itu menceritakan segalanya. Penyangkalan kita menjadi sia-sia belaka.

4. Catatan masa lalu tidak bisa dihapus, namun bisa ditebus. Istri saya pernah bekerja di sebuah perusahaan pembuat kertas daur ulang. Bahan bakunya adalah kertas-kertas bekas apa saja yang berisi beragam macam catatan. Ditangan mereka, kertas bekas itu diolah sedemikian rupa hingga menghasilkan pernak-pernik benda-benda seni yang indah. Tidak tampak lagi jejak catatan-catatan isi kertas sebelumnya. Sejak kita memasuki masa akil baligh, tentunya banyak keburukan yang sudah kita lakukan. Mungkin kita bisa meminta maaf. Namun kata maaf tidak serta merta menghapuskan catatan perbuatan buruk kita. Tidak mungkin semua itu bisa dihapus. Tetapi, kita bisa menebus semua keburukan dimasa lalu dengan komitmen untuk mengubahnya menjadi keindahan. Kertas kehidupan yang terlanjur coreng moreng itu harus diblender dengan komitmen tidak melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari. Lalu diperas, dicetak, disetrika, dan dibentuk serta dihias dengan perangai indah. Itu bukan perkara mudah. Namun kita bisa melakukannya jika kita benar-benar menginginkannya. Tetapi, siapa yang tidak ingin catatan kertas kehidupannya disajikan dalam bentuk yang indah saat menghadap Sang Khalik kelak? Perilaku baik dan perangai indah yang kita lakukan mulai saat ini, semoga menjadi penebus bagi catatan keburukan masa lalu yang tidak bisa dihapus.

5. Putihkan kembali kertas kehidupan yang mulai buram. Dalam kotak dokumen itu, semua kertas yang saya temukan berwarna buram kecoklatan. Padahal dulu kertas-kertas itu berwarna putih bersih. Sama seperti kertas kehidupan kita yang dulu putih bersih, namun kini sudah berubah menjadi kotor karena tindakan-tindakan buruk yang kita lakukan. Di pabrik kertas, bubur kayu mengalami proses ‘bleaching’ dengan klorin untuk menghilangkan pengaruh lignin yang membuat warna kertas menjadi buram. Kertas kehidupan kita diputihkan dengan apa? Sejak zaman dahulu, para para Nabi mengajarkan cara membleaching kertas kehidupan kita. Sesuai dengan tantangan pada zamannya masing-masing, para utusan suci itu tidak henti-hentinya mengajak umatnya untuk terus berusaha memutihkan kertas kehidupannya. Guru kehidupan saya menjelaskan bahwa meskipun berbeda masa, namun inti ajaran para Nabi itu sama yaitu; “Berserah diri hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.” Penyerahan diri secara utuh itulah yang menjadi ‘bleacher’ kertas kehidupan kita. Sedangkan perangai dan tindakan baik kita menjadi tulisan dan untaian kalimat-kalimat indah yang tertera dalam buku catatan kehidupan kita.

Setiap hari, kita menulis dalam lembara kertas baru kehidupan kita. Kemudian lembaran-lembaran itu akan disusun menjadi sebuah buku yang berisi seluruh catatan lengkap perjalanan hidup kita. Diantara amal baik, mungkin terselip perbuatan buruk. Dibalik niat baik, mungkin tersembunyi cara eksekusi yang buruk. Oleh sebab itu, pantaslah kiranya jika kita saling menyadari ketidaksempurnaan diri. Dan saling memaafkan satu sama lain. Persis seperti tuntunan para Nabi suci, untuk mengisi hari-hari baru kita dengan lembaran-lembaran baru kehidupan yang menorehkan catatan indah dalam buku kehidupan kita. Bagi seorang Muslim, Ramadhan adalah kesempatan terbaik untuk meluruskan tauhid dan memutihkan kembali kertas kehidupannya, serta menghiasinya dengan amal baik. Selamat menjalankan ibadah Ramadhan.



Catatan Kaki:
Setiap hari baru adalah lembaran kertas kehidupan yang baru bagi kita. Terserah kepada keputusan masing-masing, hendak menuliskan apa didalam lembaran kertas kehidupan itu.

Tuhan, Jadikanlah Aku Pembawa Damai (Santo Fransiskus Asisi)

Tuhan, Jadikanlah aku pembawa damai,

Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih,
Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan,
Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan,
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian,
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran,
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku sumber kegembiraan,
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang,


Tuhan semoga aku lebih ingin menghibur daripada dihibur,
Memahami dari pada dipahami, mencintai dari pada dicintai,
Sebab dengan memberi aku menerima
Dengan mengampuni aku diampuni
Dengan mati suci aku bangkit lagi, untuk hidup selama-lamanya.
Amin

Minggu, 07 Agustus 2011 Hari Minggu Biasa XIX: TENANGLAH!! AKULAH INI. JANGAN TAKUT



Renungan

TENANGLAH!! AKULAH INI. JANGAN TAKUT

Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." Kata Yesus: "Datanglah!" Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus. Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: "Tuhan, tolonglah aku!" Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?

Suatu ketika dalam remang remang terang bulan, teman saya menghadang beberapa gadis yang mau sembahyang ke Goa Maria. Di tengah bulakan, seorang teman tadi sudah mengenakan pakaian pocong dan sembunyi di rerimbunan tanaman jagung, sementara dia meloncat dan berbaring persis di depan gadis-gadis tersebut. Seorang gadis sungguh jatuh terkulai dan rebah karena ketakutan. Sampai beberapa lama baru sedikit tersadar dan mulai bisa berbicara dan marah begitu besar setelah tahu bahwa temannya yang melakukan hal tersebut. Beberapa temannya coba menghibur dan menguatkan pengalamannya, bahwa itu bohong. Tetapi yang pasti bahwa ketakutan si gadis itu bukan bohong dan dia sungguh shock.

Ketakutan yang mendalam ternyata sungguh melumpuhkan seluruh syaraf dan akal sehat, maupun segala sensor akal budi kita. Tanpa kecuali ketakutan karena apa atau siapapun akan membuat kita lumpuh total tak berdaya dan tak dapat berkembang dengan semestinya atau sewajarnya. Tidak jarang kita juga begitu takut menghadapi gelombang kehidupan kita yang akan membuat kita tidak berani untuk mengayunkan kaki untuk melangkah maju maupun mundur.

Untuk itu Yesus menunjukkan beberapa hal yang penting dalam menyikapi kehidupan ini:

Pertama Doa: Doa adalah membuat penyadaran bahwa kita selalu bersama Allah, kita akan didukung Tuhan Allah, kalau kita selalu melakukan kehendak-Nya. Doa membuat kita juga semakin peka untuk memperhatikan kepentingan teman-teman dan orang lain secara langsung maupun tidak langsung. Doa meningkatkan kepedulian dan dedikasi kita terhadap perutusan Allah.

Kedua Tenang dan Tidak Takut: Tenang dan tidak takut. Ketenangan atau keheningan batin dan rasa percaya diri dengan tidak takut, membuat segala sesuatu kita sandarkan kepada Allah yang menjadi jaminan hidup kita, sehingga tidak perlu cemas dan takut karena yakin Tuhan sebagai tumpuan seluruh perjuangan kita, sehingga kita menjadikan “Yesus andalanku”.

Ketiga, Datang Kepada Tuhan: Seorang anak kecil yang takut, dia cepat-cepat lari datang kepada ibunya atau bapaknya atau kakaknya, atau kakeknya; karena dia percaya bersama orang-orang ini merasa ada teman, ada yang akan membantu, ada yang siap untuk melindungi, merasa ada teman untuk pertimbangan dan meminta nasehat yang terbaik untuk menjadi selamat atau berhasil. Maka Yesus menawarkan undangan kepada para muridNya dengan mengatakan “ini Aku jangan takut” atau kepada Petrus “datanglah”

Keempat, Percaya dan Tidak Takut atau Bimbang: Percaya dan tidak bimbang atau ragu.Banyak kecelakaan terjadi karena orang tidak percaya, tidak yakin, penuh dengan keraguan dan kebimbangan, sehingga orang lain tidak bisa mengantisipasinya, akibatnya terjadilah tumburan (tabrakan) atau kecelakaan. Bahkan dalam kecelakaan karena tenggelam, karena orang yang ditolong begitu ragu maka dia justru memeluk yang menolong, sehingga yang menolongpun dibahayakan ikut tenggelam.Atau dia ragu berpegangan sehingga terlepas dan tersedot putaran, malah hilang dan mati. Ajakan Yesus cukup tegas dan jelas, dalam menghadapi badai gelombang kehidupan yang dahsyat.Kita harus datang kepada Allah dengan suatu keyakinan yang besar dan mantap serta membuang jauh-jauh segala bentuk keraguan dan kebimbangan. Segera datang kepadaNya jangan menunda, karena Yesus akan segera mengulurkan tangan-Nya untuk membantunya.Yesus selalu siap dengan sikap siap sedia “Akulah ini. Jangan takut”.

Selamat merenungkan.

Minggu, 07 Agustus 2011 Hari Minggu Biasa XIX



Minggu, 07 Agustus 2011
Hari Minggu Biasa XIX

Barangsiapa menuruti segala perintah-Nya, ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dan demikianlah kita ketahui, bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang telah Ia karuniakan kepada kita. (1Yoh 3:24)

Antifon Pembuka (Mzm 74:20.19.22.23)

Ingatlah akan perjanjian-Mu, ya Tuhan, dan janganlah Kaulupakan umat-Mu yang tertindas. Bangkitlah, ya Tuhan, belalah perkara-Mu, janganlah Kaulupakan seruan orang yang mencari Engkau.

Doa Renungan

Allah Bapa yang mahakuasa dan kekal, kami Kauperkenankan menyapa Engkau Bapa dalam doa kami. Lengkapilah apa yang kurang pada kami, agar kami layak disebut putra dan putri-Mu serta layak pula menerima warisan yang telah Kausediakan bagi kami. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami yang bersama Dikau dan dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah sepanjang segala masa. Amin.

Pembacaan dari Kitab Pertama Raja-raja (19:9a.11-13a)

"Berdirilah di atas gunung itu di hadapan Tuhan."

Sekali peristiwa, ketika Elia sampai di Gunung Horeb, masuklah ia ke dalam sebuah gua dan bermalam di situ. Maka berfirmanlah Tuhan kepadanya, "Hai Elia, keluarlah dan berdirilah di atas gunung itu di hadapan Tuhan!" Lalu Tuhan lewat. Angin besar dan kuat membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu mendahului Tuhan. Namun, Tuhan tidak berada dalam angin itu. Sesudah angin itu datanglah gempa. Namun, dalam gempa Tuhan pun tidak ada. Sesudah gempa menyusullah api. Namun, Tuhan juga tidak berada dalam api itu. Api itu disusul bunyi angin sepoi-sepoi basa. Mendengar itu, segeralah Elia menyelubungi wajahnya dengan jubah, lalu keluar dan berdiri di depan pintu gua itu.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan, do = a, 4/4, PS 815
Ref. Perlihatkanlah kepada kami kasih setia-Mu, ya Tuhan
Ayat. (Mzm 85:9ab-10.11-12.13-14; Ul: 9a)
1. Aku ingin mendengar apa yang hendak difirmankan Tuhan. Bukankah Ia hendak berbicara tentang damai? Sungguh, keselamatan dari Tuhan dekat pada orang-orang bertakwa, dan kemuliaan-Nya diam di negeri kita.
2. Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan berpelukan. Kesetiaan akan tumbuh dari bumi, dan keadilah akan merunduk dari langit.
3. Tuhan sendiri akan memberikan kesejahteraan, dan negeri kita akan memberikan hasil. Keadilan akan berjalan di hadapan-Nya, dan damai akan menyusul di belakang-Nya.

Pembacaan dari Surat Rasul Paulus kepada umat di Roma (9:1-5)

"Aku rela terkutuk demi saudara-saudaraku."

Saudara-saudara, demi Kristus aku mengatakan kebenaran, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan aku rela terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku menurut daging. Sebab mereka itu adalah orang Israel. Mereka telah diangkat menjadi anak Allah, telah menerima kemuliaan dan perjanjian-perjanjian, hukum Taurat, ibadat dan janji-janji. Mereka itu keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias sebagai manusia, yang mengatasi segala sesuatu. Dialah Allah yang harus dipuji selama-lamanya. Amin.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Bait Pengantar Injil, do = a, 4/4, PS 962
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya, alleluya.
Ayat. (Mzm 130:5)
Aku menanti-nantikan Tuhan, jiwaku menanti-nanti, dan aku mengharapkan firman-Nya.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (14:22-23)

"Tuhan, suruhlah aku datang kepada-Mu dengan berjalan di atas air!"

Sesudah mengenyangkan orang banyak dengan roti, Yesus segera menyuruh murid-murid-Nya naik perahu dan mendahului-Nya ke seberang, sementara Ia menyuruh orang banyak pulang. Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus mendaki bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ. Perahu para murid sudah beberapa mil jauhnya dari pantai, dan diombang-ambingkan gelombang karena angin sakal. Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka dengan berjalan di atas air. Melihat Dia berjalan di atas air, para murid terkejud dan berseru, "Itu hantu!" Dan mereka berteriak-teriak ketakutan. Tetapi, Yesus segera menyapa mereka, kata-Nya "Tenanglah! Akulah ini, jangan takut!" Lalu Petrus berseru, "Tuhan, jika benar Tuhan sendiri, suruhlah aku datang kepada-Mu dengan berjalan di atas air." Kata Yesus, "Datanglah!" Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus. Tetapi, ketika dirasakannya tiupan angin kencang, Petrus menjadi takut dan mulai tenggelam lalu berteriak, "Tuhan, tolonglah aku!" Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang Petrus, dan berkata, "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" Keduanya lalu naik ke perahu dan angin pun redalah. Dan mereka yang ada di perahu menyembah Dia, katanya, "Sungguh, Engkau Anak Allah!"
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.

Renungan

"TENANGLAH! INILAH AKU, JANGAN TAKUT!"

Rekan-rekan!

Injil Minggu Biasa XIX A ini (Mat 14:22-33) mengisahkan bagaimana para murid tidak segera mengenali Yesus yang mendatangi mereka dengan berjalan di atas air. Matius mengolah kembali kisah Yesus berjalan di atas air dalam Mrk 6:45-50 (bdk. Yoh 6:16-20) dan menambahkan cerita mengenai Petrus (ayat 28-31) yang didapatnya dari sumber-sumber mengenai tokoh itu. Khas Matius, pada akhir kisah (ayat 33), disebutkannya bahwa para murid mengakui Yesus sebagai Anak Allah. Markus menyampaikan pandangan yang berbeda; dalam Mrk 6:51a-52 dikatakan.orang-orang itu hanya tercengang tanpa mengenal siapa Yesus sesungguhnya "karena hati mereka tetap tidak peka."

YESUS MENDESAK PARA MURID

Setelah memberi makan 5000 orang, Yesus segera mendesak para murid agar menyeberangi danau. Ia sendiri naik ke sebuah bukit untuk berdoa. Kata "mendesak" memang keras, begitu juga dalam teks aslinya. Ada yang perlu dilakukan agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan. Apa itu? Menurut Injil Yohanes, orang banyak yang mengalami peristiwa roti itu kini mau mengangkatnya sebagai raja. Oleh karenanya Yesus menyingkir ke gunung seorang diri (Yoh 6:15). Dia menghindari mereka yang mau memaksakan ukuran-ukuran serta cita-cita mereka sendiri kepadanya. Kebesarannya yang sejati terletak dalam pengorbanan menebus kemanusiaan dengan penderitaan hingga mati di salib, dan khas menurut Yohanes, hingga "terlaksana" demikian (Yoh 19:30). Yesus menyingkir menyendiri, dan seperti dicatat Matius dan Markus, untuk berdoa. Ia mencari pengarahan dari Dia yang mengutusnya. Bagaimana dengan para murid? Boleh jadi mereka juga sudah mulai berpikir seperti orang banyak. Mereka juga tak dapat menerima mengapa Yesus yang sedemikian terhormat itu bakal ditolak dan dibunuh oleh orang-orang di Yerusalem. Para murid belum paham akan kemesiasan rohani Yesus. Mereka malah mengira ini saat tepat bagi Yesus untuk menjadi pemimpin masyarakat yang dinanti-nantikan! Bila kita perhitungkan keadaan itu, maka tak sulit mengerti mengapa Yesus mendesak mereka agar pergi ke seberang danau. Ia bermaksud menjauhkan mereka dari orang-orang yang memiliki anggapan yang kurang cocok mengenai dirinya. Mereka disendirikan agar nanti dapat melihat dirinya yang sebenarnya. Dan ia sendiri menyingkir ke keheningan doa.

PERAHU TEROMBANG-AMBING

Para murid berusaha mencapai seberang danau. Berjam-jam mereka berputar-putar karena menghadapi angin sakal dan gelombang. Apa yang dirasakan para murid? Mereka kan orang-orang yang cukup berpengalaman mengenai gelombang, mengenai arah angin, dst. Mereka tahu waktu-waktu itu kurang baik untuk berperahu ke seberang. Tak jelas bagi mereka mengapa Yesus menyingkiri massa yang baru saja dipuaskannya dengan makanan. Malah murid-murid juga disuruh menjauh dari orang-orang yang pasti bakal menjadi pengikutnya. Dan mengapa mereka mesti menuju ke arah yang sulit dicapai dalam keadaan ini. Bagaimanapun juga mereka menurut dan berkayuh semalam penuh sampai dini hari. Dan ketika berada di tengah danau, gelombang dan angin semakin mengombang-ambingkan perahu mereka.

Para murid merasa terancam. Runyamnya, kini guru mereka tidak ada bersama mereka. Tidak seperti ketika Yesus tidur di perahu (Mat 8:23-27 Mrk 4:45-41 Luk 8:22-25). Mereka dapat membangunkannya dan ia meredakan angin ribut. Kali ini mereka tidak disertai dia yang berkuasa atas angin dan danau! Mereka mulai dikuasai waswas. Peristiwa ini kerap diterapkan pada kehidupan umat yang terombang-ambing di tengah arus-arus yang membuat bahtera yang sedang membawa mereka - gereja - berputar-putar tanpa arah. Kekacauan menjadi-jadi dan terasa lebih kuat daripada tuntunan ilahi sendiri.

Ketika Yesus mendekat, para murid tidak segera mengenalinya. Malah ia dikira jejadian. Cara Matius berkisah menarik. Dipakainya kutipan langsung, "Itu hantu!" (Mat 14:26). Bandingkan dengan sumbernya dalam Mrk 6:49 yang memakai cara bercerita biasa. Yoh 6:19 malah hanya menyebut mereka ketakutan begitu saja. Peristiwa ini disampaikan Matius dengan cara dramatik diselingi rasa humor tapi juga simpati. Pembaca dapat merasa diikutsertakan sambil tetap memandangi kejadian-kejadian dengan tenang. Kita boleh tersenyum dan berkomentar dalam hati, kok bodo amat ya para murid itu! Teriak-teriak kayak anak kecil merasa melihat hantu! Namun seperti halnya humor yang berhasil dapat menjadi cermin bagi pembaca, juga kisah ini dapat menghadapkan kita pada pengalaman yang mirip-mirip yang sering tidak segera kita sadari.

YESUS BERJALAN DI ATAS AIR

Apa arti "berjalan di atas air"? Dipakai kata yang harfiahnya berarti "berjalan mondar mandir", seperti sedang berjalan-jalan santai di taman. Juga ada makna serta "berinteraksi" dengan keadaan dengan tenang dan enak. Dahulu para guru Yahudi sering diceritakan mengajarkan prinsip-prinsip etika kepada para murid mereka sambil "berjalan-jalan", sering tidak dalam arti mondar mandir melangkahkan kaki, melainkan menelusuri pelbagai gagasan, teori, serta pemikiran leluhur dan para cerdik pandai. Begitulah asal usul pengajaran yang biasa dikenal sebagai "halakha", yakni penjelasan yang dituruntemurunkan mengenai hukum dan agama. Diajarkan bagaimana menelusuri perkara-perkara kehidupan dengan santai tapi waspada, tidak tegang dan terpancang pada satu hal saja. Seorang ahli dapat dengan enak meniti arus-arus pemikiran tanpa terhanyut.

Murid-murid melihat ada sosok yang menguasai gerakan-gerakan gelombang. Yesus tidak menggilasnya. Juga pada kesempatan lain ketika menghardik angin dan danau (Mat 8:26 Mrk 4:39 Luk 8:24), ia cukup menyuruh mereka diam. Itulah tempat mereka yang sebenarnya di hadapan keilahian. Sekarang ia malah tidak memakai kata-kata. Ia leluasa berjalan di atas kekuatan-kekuatan itu. Kenyataan-kenyataan yang bisa mengacaukan tidak menggentarkannya. Malah mereka dijinakkan. Ini semua dilihat para murid. Namun mereka tidak sertamerta mengenali siapa dia itu yang bertindak demikian. Sosok ini datang dari Yang Ilahi atau dari yang jahat? Begitulah cara mereka membeda-bedakan. Tak banyak menolong. Yesus menenangkan dan menyuruh mereka melihat baik-baik bahwa dialah yang ada di situ. Tak perlu lagi risau akan kekuatan-kekuatan yang menakutkan yang sebenarnya semu dan justru akan benar-benar membahayakan bila dianggap sungguh. Yesus hendak mengajarkan kebijaksanaan yang dihayatinya sendiri. Di padang gurun ia berhasil melewati godaan Iblis dengan budi yang terang, bukan dengan balik menghantam. Pembaca yang jeli akan menghubungkan ketenangannya itu dengan tindakannya sebelum datang kepada murid-muridnya: ia pergi menyendiri dan berdoa, meluruskan serta membangun hubungan dengan keilahian dalam ketenangan. Itulah sumber kebijaksanaannya.

Ayub 9:8 menyebut Allah yang Mahakuasa "membentangkan langit", dan "berjalan melangkah di atas gelombang-gelombang laut", artinya menguasai kekuatan-kekuatan yang tak terperikan dahsyatnya. Tidak dengan meniadakannya, melainkan dengan mengendalikannya. Ia mengatur alam yang dahsyat itu dengan kebijaksanaaNya. Yesus menyelaraskan diri dengan Yang Mahakuasa yang demikian itu. Ia tetap mengarahkan diri kepada-Nya. Dan menurut Matius, nanti pada akhir kisah ini, para murid mengakuinya, "Sesungguhnya Engkau itu Anak Allah." Mereka mulai paham bahwa Yesus membawa keilahian dalam dirinya.

PERAN PETRUS

Mengapa Petrus mulai tenggelam? Seperti diceritakan, ketika merasakan tiupan angin, Petrus mulai tenggelam. Matius tidak mengatakan semuanya. Tapi tadi ia kan sudah menjelaskan bahwa Yesus berdoa sebelum mendatangi murid-muridnya dengan berjalan di atas air. Bagaimana dengan Petrus? Tokoh ini bertindak dengan spontanitas dan maksud baik belaka. Lihat apa yang terjadi! Tapi akhirnya ia berteriak minta tolong, "Tuhan, tolonglah aku!" Seruan ini diarahkan kepada Tuhan. Ini doa. Dan doanya didengarkan. Tapi siapa yang memegang tangan Petrus dan menahannya agar tidak tenggelam? Yesus. Di sini ada pengajaran yang amat dalam. Yesus yang dikenal sehari-hari dan diikuti itu menjadi jalan Yang Mahakuasa menolong dalam saat-saat kritis. Kejadian ini membuat orang-orang yang ada di perahu mulai menyadari apa yang sedang terjadi. Dalam ayat 33, ketika Yesus dan Petrus sudah naik ke perahu, orang-orang itu menyembah Dia - tentunya menyembah Yang Mahakuasa sendiri - dan mengenali kehadiranNya di dalam diri Yesus yang kini mereka akui sebagai Anak Allah. Markus berbeda. Ia mengatakan para murid hanya tercengang, tanpa memahami, karena hati mereka tidak peka (Mrk 6:51a-52). Tapi Markus tidak menyertakan episode Petrus seperti Matius. Kelihatan betapa besarnya peran Petrus yang dengan tindakan yang tampaknya konyol tadi malah membuat rekan-rekannya menyadari siapa sebenarnya guru yang mereka ikuti itu.

Yesus menyapa Petrus (ayat 31), "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang!" (ayat 31). Memang dalam kisah tadi kata-kata itu ditujukan kepada Petrus, tetapi isinya dimaksud bagi siapa saya. Juga bagi kita. Satu hal lagi. Walaupun harfiahnya berisi celaan, nada kata-kata itu penuh perhatian sebagaimana layaknya seorang guru kepada muridnya. Ada bombongan: jangan bimbang, jadilah besar dalam iman!

Haruskah Kita Bersabar Menantikan Masa Depan?

Teman-teman.

Kita sering gelisah dengan masa depan; akan menjadi seperti apakah hidup saya nanti? Bahkan kadang kita tergoda untuk bertanya kepada para peramal. Berbagai cara kita tempuh agar bisa tahu apa yang akan terjadi nanti. Kita mengira jika mengetahui masa depan maka kehidupan kita akan semakin baik. Benarkah demikian?

Nabi Khidr mengingatkan jika Musa tidak akan bisa bersabar mengikuti dirinya. Nabi Musa pun menyaksikan tindakan-tindakan aneh Nabi Khidr, sehingga dia tidak lagi bisa membiarkannya. Sebelum berpisah Nabi Khidr menjelaskan, mengapa dia melakukan semua tindakannya. Semua itu bukanlah kehendaknya, melainkan atas petunjuk Tuhan yang memberinya pengetahuan tentang apa yang akan terjadi dimasa depan. Saya termasuk yang penasaran dengan masa depan. Dan saya, tentu lebih tidak sabar dibandingkan Nabi Musa. Maka bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar bersabar atas rahasia masa depan; saya ajak untuk memulainya dengan memahami dan melakukan 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:

1. Mengendarai waktu yang menuju ke masa depan. Selain waktu, tidak ada alat transportasi lain yang bisa membawa kita kepada masa depan. Karena waktu bertugas untuk membawa kita menuju kesana. Maka kendarailah waktu. Dan arahkan dia kepada masa depan yang mana Anda ingin menuju. Sebagai sebuah kendaraan, waktu bisa membawa kita kemasa depan yang nyaman, atau menyebalkan. Jika kita menggunakan waktu untuk melakukan hal-hal yang baik, misalnya. Maka pasti kita akan sampai ke tempat yang baik. Namun jika kita menggunakan waktu untuk melakukan tindakan-tindakan yang buruk, maka cepat atau lambat kita akan dibawanya kepada masa depan yang pasti buruk. Waktu adalah kendaraan yang melekat dalam diri kita. Tidak bisa ditolak. Namun bisa kita kendalikan arahnya, melalui pilihan perilaku dan perbuatan kita dalam detik demi detiknya. Maka apapun yang kita lakukan dalam setiap detak waktu itu, merupakan cara kita dalam memberi arah kepadanya.

2. Belum tentu kita sanggup mengetahui masa depan yang buruk. Tak seorang pun sanggup menerima berita buruk tentang masa depannya. “Setidaknya, saya bisa bersiap-siap,” mungkin begitu kilahnya. Mari kita bertanya kepada diri sendiri; mana yang lebih mungkin terjadi jika kita diperkenankan untuk mengetahui masa depan kita yang buruk. Apakah kita akan tabah, atau malah semakin gelisah? Saya tidak yakin jika kita akan semakin tabah. Boleh jadi malah kita tergoda menyalahkan nasib; mengapa harus seperti ini? Mungkin kita menuduh Tuhan tidak adil. Atau, mungkin kita berpikir; jika masa depan gue seburuk itu, ngapain mesti susah-susah menjadi orang yang baik? Jadi orang rusak sekalian saja. Kita, belum tentu sanggup untuk mengetahui masa depan yang buruk. Sehingga membiarkannya tetap menjadi misteri, mungkin jauh lebih baik.

3. Belum tentu kita sanggup mengetahui masa depan yang baik. Kita tahu jika masa depan itu adalah hasil dari masa kini. Apa yang kita lakukan sekarang, sedikit banyaknya menentukan apa yang akan kita dapatkan dimasa depan. Tetapi jika Anda diramalkan akan mendapatkan masa depan yang baik, masihkah Anda bersedia untuk bersusah payah sekarang? Saya tidak yakin. Jika kita sudah tahu ‘akan menjadi orang sukses’ misalnya. Mengapa kita mesti ‘menderita’ sekarang? Bukankah sesuai ramalan kita ‘santai-santai’ pun akan mendapatkan masa depan yang ‘baik’ itu? Sifat dasar manusia adalah untuk mencari kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Jadi jika kita sudah ‘tahu’ masa depan kita akan baik, maka kemungkinan terbesarnya adalah; kita enggan untuk berjuang melintasi jalur-jalur terjal yang menyakitkan. Jika ‘nasib baik’ itu belum juga datang, bisa jadi kita malah menghujat-hujat Tuhan; mengapa Dia terlalu lama menahan semua kebaikan itu? Padahal, apa yang kita lakukan sekarang sangat menentukan apa yang akan kita dapatkan dimasa depan.

4. Mengubah misteri masa depan menjadi kegairahan. Banyak ramalan yang bercerita tentang ini dan itu. Namun kenyataan yang terjadi berbeda sama sekali. Hal itu menunjukkan bahwa tidak seorangpun benar-benar mengetahui apa yang akan terjadi bahkan sedetik setelah saat ini. Makanya, memaksa masa depan untuk menampakkan dirinya bukan lagi gagasan brilian. Kitalah yang bertanggungjawab untuk membentuk masa depan seperti apa yang kita inginkan. Kitalah yang menentukan akan menjadi seperti apa masa depan kita nantinya. Kitalah yang yang membentuk sosok masa depan diri kita sendiri. Justru karena kita tidak tahu masa depan akan seperti apa; kita termotivasi untuk bekerja keras sekarang. Justru karena tidak tahu apa yang akan terjadi, kita mawas diri kini. Justru karena kita ingin mendapatkan esok yang indah, kita menjadi semakin bergairah. Dan gairah itu akan semakin menggelora, justru ketika kita membiarkan masa depan tetap menjadi misteri.

5. Que sera-sera – whatever will be, will be. Apapun yang akan terjadi, ya terjadilah. Namun sebelum semuanya terjadi, biarkan kami untuk melakukan apapun yang bisa kami lakukan untuk merengkuh seluruh alunan lagu kehidupan dengan semerdu-merdunya. Apapun yang akan terjadi, ya terjadilah. Namun, sebelum semuanya itu terjadi, ijinkan kami untuk melakukan yang terbaik saat ini. Sungguh, tidak seorang pun yang memiliki masa depan. Karena belum tentu umur kita sampai kesana. Tetapi, setiap orang memiliki ‘saat ini’. Maka pada saat inilah kita berpijak. Dan kita boleh menggunakan ‘saat ini’ yang sudah jadi miliki kita untuk melakukan apapun sebaik yang kita bisa. Dan setelah saat ini berlalu, maka apapun yang akan terjadi, ya terjadilah. Karena setelah semua usaha terbaik kita lakukan saat ini, maka tidak ada sedikitpun kekhawatiran akan masa depan. Inilah yang dikatakan oleh guru kehidupan saya tentang makna tawakkal. Yaitu kita melakukan segala sesuatu dengan benar, sepenuh hati, dan bersungguh-sungguh. Setelah itu, hasilnya kita serahkan kepada Sang Pemilik masa depan. Biarkan Dia yang menilai, masa depan seperti apa yang pantas diberikan-Nya kepada kita berdasarkan semua yang sudah kita upayakan. Que sera, sera.

Kisah kitab suci tentang Nabi Khidr dan Nabi Musa menegaskan bahwa mengetahui masa depan tidak menjadikan hidup kita ‘normal’. Karena dengan tahu tentang masa depan, mungkin kita akan melakukan sesuatu yang dianggap aneh oleh orang-orang disekitar kita. Oleh sebab itu, mengetahui masa depan bukanlah gagasan yang menarik jika kita ingin hidup layaknya manusia normal pada umumnya. Keindahan hidup kita justru terletak pada misteri yang meliputi apa yang akan terjadi sedetik setelah ini. Jika kita tidak tahu akan mengalami peristiwa buruk, maka sekarang kita masih bisa bahagia. Jika kita tidak tahu akan mengalami peristiwa baik, maka sekarang kita memanfaatkan semua yang ada pada diri kita. Maka jika kita ingin bisa benar-benar menikmati hidup, kita perlu bersabar dalam menantikan masa depan.


Catatan Kaki:
Meskipun kita tidak memiliki masa depan tetapi kita memiliki masa kini. Selama kita bisa mengendalikan masa kini, maka kita bisa berharap masa depan yang jauh lebih baik lagi.

Mengusir Gelisah Hati

Teman-teman.

Dijaman ini, begitu banyak hal yang bisa menjadikan hati kita gelisah. Kenaikan gaji yang nyaris habis dikikis inflasi. Harga sayur-mayur yang menguras uang dapur. Uang sekolah anak-anak yang kadang menyesakkan. Kerena kegelisahan itu, kita menjadi sulit tidur. Dari sulit tidur, lalu kita dihinggapi depresi. Kemudian berkembang menjadi stress berkepanjangan. Untuk mengobatinya; kita meminum obat tidur ditambah anti-depresan dan anti-ansietas. Memang, banyak orang yang tertolong dengan obat-obatan semacam itu. Tetapi, dalam jangka panjang mereka harus menaikkan dosis untuk menghasilkan efek yang sama. Sehingga, akhirnya malah menjadi ketagihan. Adakah alternatif lain selain obat-obatan semacam itu?

Dijaman dahulu kala, obat-obatan seperti itu belum ada. Begitu pula dengan lembaga pelatihan yang menyajikan topik ˜Stress Management`. Sehingga, orang-orang pada masa itu harus mencari jalan keluar lain, seperti yang dikisahkan dalam sebuah dongeng. Dongeng tentang seorang lelaki yang sedang dihinggapi oleh kegelisahan hati. Dia mendatangi seorang bijak ditengah gurun pasir. Lalu bertanya;Tuan, apa rahasianya sehingga Tuan begitu tentram dalam menghadapi hidup yang serba sulit ini?

Orang bijak itu berkata;Aku tahu sebuah rahasia, katanya, tetapi aku tidak bisa mengatakannya kepadamu,lanjutnya.

Lelaki itu menahan kecewa sambil berkata:jika Tuan tidak mengatakannya, bagaimana saya mengetahuinya?”

Engkau bisa membacanya,kata sang bijak, seraya mengarahkan telunjuknya kesebuah gundukan bukit pasir. Disana,lanjut beliau. â€Å“Ada selembar kulit kambing yang menyimpan rahasia itu. Raihlah kulit kambing itu, dan bacalah apa yang tertulis padanya. Katanya. Jika engkau bisa mengamalkannya, maka hatimu akan terbebas dari rasa gundah dan gelisah.Lalu, orang bijak itu beranjak pergi.

Seketika itu juga, sang lelaki berlari ke gundukan pasir itu. Setelah mencari-cari diseluruh penjuru bukit itu, akhirnya dia berhasil menemukan kulit kambing yang diceritakan oleh sang bijak tadi. Dia bergegas membuka lembaran kulit kambing itu. Dan disana, didapatinya sebaris kalimat aneh yang berbunyi;Alaa bidzikrillaahi tathma-innul quluub….Sejenak dia berpikir, apa arti kalimat itu. Oh, dia teringat masa kecil dulu, ketika gurunya bercerita tentang rahasia itu. Perlahan-lahan dia teringat pula bahwa kalimat itu berarti, bahwa:hanya ada satu cara untuk menjadikan hati kita tenang, yaitu; dengan mengingat Tuhan.

Orang-orang yang senantiasa mengingat bahwa mereka mempunyai Tuhan tempat bersandar; dijamin akan merasa tenang dihatinya. Betapa tidak? Didunia ini ada begitu banyak hal yang diluar jangkauan kemampuan manusia. Sehingga, mengandalkan kemampuan diri sendiri saja seringkali tidak cukup. Lagipula, masalah kita bisa datang silih berganti. Saat kita terbebas dari suatu masalah, masalah lain serta merta menggantikan.

Ketika teringat kepada Tuhan, kita kembali disadarkan bahwa tidak ada kekuatan yang melebihi kekuatan Tuhan. Sehingga, saat kita meminta kepadaNya untuk diberi kekuatan, maka kita mendapatkan kekuatan dari sang pemilik kekuatan itu sendiri. Itu membuat kita memiliki kekuatan untuk terus menjalani hidup. Tidak peduli sesulit apapun dia mendera kita.

Selain itu, kita juga kembali disadarkan bahwa Tuhan itu maha adil. Dia tidak mungkin menghukum orang-orang yang berbuat kebajikan. Sebaliknya, tidak mungkin Dia membiarkan orang-orang yang berbuat jahat, menindas sesama manusia, merampas hak orang lain, dan bertindak sewenang-wenang. Sebab, tidak ada satu mahlukpun yang bisa terbebas dari pengawasanNya. Jadi, disaat kita harus melakukan tindakan-tindakan yang baik, kita yakin bahwa Tuhan mendukung kita dibelakang. Namun, ketika terbersit dihati kita untuk melakukan sesuatu yang kurang baik. Atau merugikan orang lain. Atau mengambil hak orang lain, kita teringat bahwa Tuhan menyaksikan. Mudah-mudahan kita ditunjukkan kepada jalan yang lurus lagi.

Mengingat Tuhan, berarti menjadikan Tuhan sebagai backing kita. Jika kita membayar orang-orang berpengaruh untuk menjadi backing kita, rasanya hati kok tenang sekali ya? Apalagi jika yang menjadi backing adalah sang maha pemilik kekuatan dan kekuasaan mutlak. Oleh karena itu selain mendapatkan ketenangan hati, orang-orang yang selalu mengingat Tuhan juga bisa menasihati dirinya sendiri dengan mengatakan; Cukuplah Tuhan sebagai pelindungku.

Jadi, untuk terbebas dari kegelisahan hati, kita bukan harus bergantung kepada obat-obatan. Melainkan semakin banyak mengingat Tuhan. Karena Alaa bidzikrillaahi tathma-innul quluub….. Hanya dengan mengingat Tuhan, hati kita menjadi tenang. Bayangkan. Jika setiap hari kita bisa mengingat Tuhan. Maka setiap hari. Hati kita. Menjadi tenang.



Catatan Kaki:
Kesulitan mungkin sengaja ditimpakan Tuhan kepada kita, supaya kita lebih mudah untuk mengingatNya.

Rendah Hati Ditengah Dominasi Dan Arogansi

Teman-teman.

Dulu, kita diajari untuk bersikap rendah hati. Sekarang, orang sering keliru menerjemahkan kerendahan hati sebagai kelemahan. Walhasil, banyak orang yang bersikap rendah hati bukannya dihormati, melainkan direndahkan. Kelihatannya nyaris tidak ada lagi tempat untuk kerendahan hati ketika kita lebih mementingkan penampilan fisik, dan pencapaian yang sifatnya materialistik. Padahal, tanpa kerendahan hati, kita tidak mungkin sekedar mau menerima kehadiran orang lain, mendengar kata-kata mereka, atau saling menghormati dengan setulus hati. Konsekuensinya, banyak orang yang harus membusungkan dada atau memperlihatkan kepemilikan serta ‘power’ untuk sekedar mendapatkan pengakuan. Mereka yang ‘berani’ menampilkan siapa dirinya adalah orang-orang yang diterima. Namun mereka yang rendah hati cenderung tidak mendapat tempat. Akhirnya, kita lebih banyak mendapatkan ‘tong kosong’ daripada yang benar-benar memiliki isi. Menurut pendapat Anda, masihkah kita perlu bersikap rendah hati?

Di belakang panggung sebuah forum keilmuan, saya menyaksikan seseorang mendapatkan ‘teguran keras’. Saya sungguh terkesan dengan sikap orang yang ditegur itu. Dia tersenyum, sambil memperhatikan teguran yang ditujukan kepadanya. Meski saya tidak mengenalnya, namun saya menyadari bahwa orang ini jauh lebih berilmu daripada orang yang menegurnya. Beberapa pekan kemudian, tanpa diduga kami berjumpa lagi dan bisa berinteraksi selama beberapa hari. Saya semakin menyadari jika beliau adalah orang yang ‘berisi’. Beberapa minggu setelah pertemuan itu, saya tahu jika ternyata beliau ini memang bukan orang sembarangan. Sering tampil di radio dan beberapa kali di televisi; bukti pencapaian pribadi yang melampaui kebanyakan orang. Saya tertegun. Oh, Tuhan baru saja mengirimkan pelajaran penting melalui sosok pribadi berilmu tinggi namun rendah hati. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar menjadi pribadi yang berilmu tinggi namun tetap rendah hati; saya ajak untuk memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:

1. Milikilah ilmunya, dan kuasailah keterampilannya. Ada orang yang berpendaat bahwa kalau kita bersikap rendah hati, maka kita akan dilecehkan. Benarkah? Ada benarnya juga. Kenyataannya memang ada orang-orang yang jika kita bersikap sopan kepada mereka, malah menerjemahkan kesopanan dan kerendahan hati kita sebagai kelemahan. Lalu mereka melecehkan. Jadi, apakah kita harus tetap rendah hati? Ya. Tetaplah rendah hati. Lho, bukankah orang ini akan melecehkan kita? Tidak. Mengapa? Karena tak seorang pun dapat melecehkan orang yang ‘tidak bisa dilecehkan’. Meskipun rendah hati, Anda tidak akan dilecehkan jika memang Anda tidak dapat dilecehkan. Bagaimana caranya supaya kita tidak dilecehkan? Milikilah ilmunya. Percayalah, tak seorang pun sanggup melecehkan orang-orang yang berilmu tinggi. Dan kuasailah keterampilannya, karena tak seorang pun mampu melecehkan mereka yang terampil. Maka tetaplah bersikap rendah hati, sambil terus menambah ilmu dan meningkatkan keterampilan.

2. Berikan kemudinya, dan peganglah kunci kontaknya. Orang yang rendah hati juga beresiko untuk dilucuti. Artinya, orang lain cenderung mendominasi. Dikasih hati, makan jantung. Jadi, masihkah kita perlu bersikap rendah hati? Tetep….. Teruslah bersikap rendah hati. Kalaupun orang lain ingin mendominasi, izinkan dia. Perhatikan kata ‘izinkan’. Jika Anda yang memberinya ‘izin’ untuk mendominasi, siapa yang sesungguhnya memegang kendali? Minimal Anda tidak akan merasa sakit hati. Maksimalnya? Anda bisa memegang kendali atas orang-orang yang mengira bisa menguasai Anda, padahal tidak sama sekali. Dia berkuasa karena Anda mengizinkannya. Perhatikanlah orang-orang di lingkungan Anda, apakah ada yang ‘rindu’ dengan dominasi? Jika ada, maka Anda tidak perlu menantang dominasinya. Berikan izin kepadanya untuk terus mendominasi, namun jangan biarkan keputusan-keputusan penting yang berkaitan dengan diri Anda diambil alih olehnya. Tetaplah mendengarkannya, namun Andalah yang menentukan apakah kata-katanya boleh diikuti, atau tidak. Ibaratnya, Anda memberikan strir kemudi kepada seseorang namun Andalah yang memegang kunci kontaknya.

3. Seraplah energinya, dan duplikasilah kekuatannya. Orang-orang yang dominan juga cenderung untuk ‘memamerkan kekuatannya’. Jika memang kekuatan itu sangat bermakna maka memberi kesempatan kepada mereka untuk mendominasi namun tetap memegang kendali bisa memberi kita kesempatan mendapatkan tambahan energy dan kekuatan. Akui saja jika kita tidak serba tahu. Maka boleh jadi memang seseorang yang mendominasi mempunyai sesuatu yang bisa kita pelajari. Kita beruntung jika dapat menyerap energinya, karena kita bisa mendapatkan tambahan kekuatan. Bagaimana jika tidak ada hal positif yang bisa kita serap darinya? Maka itu artinya Anda berada dalam lingkungan berisi tong kosong. Jangan terlalu lama di tempat seperti itu. Atau terlibatlah, hanya seperlunya saja. Tidak usah terikat ditempat yang tidak bisa memberi manfaat. Carilah tempat lain dimana Anda bisa secara leluasa untuk tetap bersikap rendah hati tanpa harus kehilangan harga diri. Jika ditempat lain pun Anda temukan orang-orang yang cenderung mendominasi? Seraplah energinya, dan duplikasilah kekuatannya.

4. Berpijaklah di dunia yang datar. “The world is flat,” kata Thomas Friedman. Dia merujuk kepada kemajuan teknologi informasi. Dalam konteks ini, saya ingin meminjam istilah itu untuk menjelaskan bahwa kita semua berpijak didataran yang sama tinggi. Tidak ada tinggi atau rendah. Di tempat datar, kita semua setara, sebanding, setimbang. Karenanya, tidak relevan jika kita bersikap rendah hati sambil pilih-pilih orang. Sangat mudah untuk bersikap rendah hati kepada orang-orang yang mempunyai hirarki lebih tinggi. Makanya, gampang untuk bersikap hormat kepada atasan tapi sulit untuk sekedar sopan kepada bawahan. Mudah untuk ramah kepada orang yang mempunyai pengaruh, tetapi rumit untuk sekedar melirik mereka yang ‘bukan siapa-siapa’. Ringan untuk menghargai orang-orang yang kita nilai lebih berilmu, namun berat rasanya untuk sekedar mengakui keberadaan mereka yang kita anggap tak lebih pintar dari diri kita. Ingatlah nasihat para Nabi;”Yang membedakan manusia dihadapan Tuhan, hanyalah tingkat ketakwaannya.” Dan ketakwaan tidak ada kaitannya dengan jabatan, kebangsawanan, maupun kepemilikian. So, berpijaklah di dunia yang datar.

5. Menyerahlah…. Salah satu kata terindah yang paling saya sukai dari guru Yoga saya adalah ‘surrender…’. Menyerahlah… Ini bertolak belakang dengan kalimat-kalimat motivasi pada umumnya; “fight!” Lawanlah!. Oh, no no,no…. Humbleness is to fight with surrender. Melawan dengan penyerahan diri. Ehm, rada berat nih. Baiklah. Dalam Yoga, justru kita meraih kekuatan melalui penyerahan diri. Bukan menyerah kepada lawan kita, melainkan kepada alam semesta. Jika tubuh ini kita biarkan melebur dengan alam, maka dia akan menjadi bagian dari alam. Mengikuti gerakan dan nafas yang dimainkan oleh alam. Sehingga kita mulai memahami energy alam, sedangkan alam memberikan perlindungannya. Semua hal di alam ini adalah energy. Dan kita tahu bahwa jumlah energy itu tetap. Tidak berkurang. Tidak bertambah. Alias abadi. Jika kita mampu menyelaraskan energy didalam diri kita dengan energy alam, maka energy itu akan menyatu sedemikian rupa sehingga kita akan menjadi bagian dari energy alam. Bukankah tidak ada orang yang bisa melawan kekuatan energy alam? Maka siapa saja yang surrender pasti menjadi bagian dari alam. Sedangkan mereka yang ‘melawan’ harus berhadapan dengannya. Ketika Anda tetap rendah hati, alam merespon Anda secara positif. Dan dia akan melindungi Anda dari perlakukan buruk orang-orang yang arogan. Benarkah? Benar. Buktinya, tidak ada orang yang simpati kepada mereka yang arogan.

Kita sudah cukup jauh membicarakan tentang resiko orang-orang yang bersedia untuk tetap bersikap rendah hati. Dan kita juga sudah membicarakan orang-orang yang memandang sebelah mata kepada mereka yang rendah hati. Pertanyaannya adalah; apakah kita termasuk orang yang rendah hati itu, ataukah justru kita yang bersikap negatif kepada orang-orang yang rendah hati itu? Jangan-jangan kitalah yang termasuk kedalam kelompok kedua yang sedang kita bicarakan itu. Halah, betapa gampangnya membicarakan kekurangan orang lain. Padahal ternyata, kekurangan itu justru ada dalam diri kita sendiri. Kalau begitu, ayolah kita dengarkan kembali nasihat orang tua kita untuk bersikap rendah hati. Karena bersikap rendah hati berarti kita memiliki kemampuan yang tinggi namun tetap respek kepada orang lain. Tidak usah risau dengan mereka yang merendahkan karena kerendahan hati yang kita tunjukkan. Sebab Tuhan pun telah berfirman; “Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah; orang-orang yang berjalan dimuka bumi dengan rendah hati. Dan apabila ada orang yang merendahkan mereka, maka mereka membalasnya dengan ucapan ‘salam’. (kudoakan engkau selamat).”

Catatan Kaki:
Jika kita masih memilih-milih orang untuk bersikap rendah hati, mungkin kita belum benar-benar mempunyai sikap rendah hati. Padahal kerendahan hati adalah milik hamba Tuhan.

Antara Kontribusi, Manfaat, Dan Kompensasi.

Halo! Teman-teman.

‘There is no free lunch’. Ngimpi
namanya jika kita mengharapkan segala sesuatunya bisa diperoleh secara haratis.
Harus ada usaha untuk segala sesuatu yang kita inginkan. Memang, setiap orang
mempunyai keinginan yang berbeda-beda. Namun semua orang memiliki keinginan
yang sama, yaitu; dibayar setinggi-tingginya. Dalam konteks dunia kerja, kita
mengharapkan manfaat dan kompensasi alias gaji yang tinggi. Faktanya, banyak
orang yang mengajukan tuntutan yang berlebihan. Atau sebaliknya, banyak
perusahaan yang mengabaikan kewajiban untuk memberi imbalan sepadan kepada para
karyawan. Padahal, ada nilai-nilai kepantasan yang harus sama-sama kita
tegakkan. Karena hubungan kerja dibangun dalam azas kesetaraan.

Sekitar satu kilometer dari tempat
tinggal kami ada sebuah toko swalayan kecil yang memiliki fasilitas ATM. Hal
itu sangat memudahkan kami dalam banyak hal. Selain kemudahan itu, bagi saya
mesin ATM memberi pelajaran berharga tentang apa yang kita miliki didalam diri kita.
Selama Anda punya tabungan, maka selama itu pula Anda bisa mengambilnya.
Tabungan itu tak ubahnya seperti kemampuan pribadi kita dalam berkontribusi. Selama
kita memiliki tabungan itu, maka selama itu pula mesin ATM akan memenuhi
permintaan kita. Selama kita bisa berkontribusi, kita bisa mengharapkan
sejumlah pendapatan. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar memahami
peran kontribusi kepada manfaat dan kompensasi untuk hidup kita sendiri; saya
ajak untuk memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence
berikut ini:

1. Mesin ATM mau melayani hanya jika kita memiliki tabungan. Bagi
para professional, mesin ATM itu mewakili perusahaan tempatnya bekerja. Bagi
saya, ATM itu seperti perusahan-perusahaan yang menjadi klien atau pengguna
jasa pelatihan in-house yang saya selenggarakan. Meski agak berbeda tetapi
mempunyai fungsi yang sama yaitu; tempat kita ‘mencairkan’ kemampuan dan
mengkonversinya menjadi sejumlah penghasilan. Jika di mesin ATM tabungannya
berupa uang, maka dalam konteks pekerjaan; tabungannya adalah ‘kontribusi’ melalui
pekerjaan yang kita lakukan. Anda harus mempunyai tabungan untuk bisa
mendapatkan manfaat dari mesin ATM. Anda juga harus memberikan kontribusi agar
bisa memperoleh sejumlah manfaat dari perusahaan. Semakin banyak tabungan Anda,
semakin besar dukungan kesediaan ATM untuk melayani Anda. Semakin tinggi kontribusi
kepada perusahaan, semakin besar juga manfaat yang bisa Anda dapatkan. Jadi,
jika Anda ingin mendapatkan manfaat yang sebanyak-banyaknya dari perusahaan
tempat Anda bekerja, maka Anda harus memastikan bahwa Anda mampu menabung cukup
banyak kontribusi kepada perusahaan.

2. ATM mengeluarkan uang tidak lebih dari jumlah yang kita punya. Kita tidak akan pernah bisa mengambil uang di ATM melebihi jumlah saldo
tabungan yang kita miliki. Jika memaksakan diri, maka itu namanya ‘ngimpi’. Kita
juga sering ‘ngimpi’ untuk mendapatkan bayaran yang setinggi-tingginya, sambil
berkontribusi alakadarnya. Jika kita ingin digaji tinggi, maka kita juga harus
berkontribusi tinggi. “Gaji tinggi dulu dong, barulah kita berkontribusi
tinggi!” begitu argument yang sering kita dengar di kantor-kantor. Memangnya di
mesin ATM Anda bisa mengambil uang dulu, baru kemudian Anda menabung? Tidak. Dikantor
juga sama. Kontribusi tinggi duluan. Setelah itu, barulah kita bisa
mengharapkan imbalan yang sepadan. Makanya, mulailah berfokus kepada ‘memperbanyak
kontribusi’ kepada perusahaan. Soal tuntutan imbalan secara otomatis
mengikutinya kemudian. Semakin
besar tabungan kita, semakin banyak uang yang bisa kita ambil di ATM. Semakin
tinggi kontribusi kita, maka semakin besar juga manfaat yang bisa kita dapatkan
dari perusahaan. Mengapa demikian? Karena tidak ada mesin ATM yang bisa
mengeluarkan uang melebihi tabungan yang kita punya.

3. Semakin banyak yang diambil, semakin banyak yang harus ditabungkan. Sampai kapan Anda bisa mengambil uang di ATM? Sampai uang yang Anda tabungkan
tidak tersisa lagi. ATM, menghitung berapa uang yang Anda tabungkan, dan berapa
yang sudah Anda ambil kembali. Jika tabungan Anda sudah habis, maka ATM itu
tidak mau lagi mengeluarkan uang untuk Anda. Perusahaan tempat kita berkerja dikelola
berdasarkan neraca rugi laba. Artinya, setiap rupiah yang dikeluarkannya akan
dihitung secara seksama. Termasuk gaji dan manfaat lainnya yang kita terima.
Siapa saja yang mampu memberikan kontribusi lebih tinggi dari manfaat dan kompensasi
yang didapatkannya mempunyai peluang untuk terus dipekerjakan. Sedangkan mereka
yang tidak bisa memberikan ‘nilai lebih’ dari biaya yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan; cepat atau lambat juga pasti akan dikeluarkan. Maka tidak ada cara
lain untuk mempertahankan hubungan kerja kita kecuali dengan memberikan
kontribusi yang setinggi-tingginya. Sebab jika tidak, orang lain yang
berkontribusi lebih tinggi akan mendapatkan kesempatan lebih dulu dari kita. Mengapa?
Karena semakin banyak yang kita ambil, semakin banyak juga yang harus kita
kontribusikan.

4. Keberadaan mesin ATM tidak mempengaruhi kepemilikan kita. Beberpa
bulan lalu, ATM di toko itu yang digondol pembobol. Anehnya, orang-orang tidak gundah
atas hilangnya mesin ATM itu. Mengapa? Karena hal itu tidak mempengaruhi
kepemilikian uang kami. Uang direkening milik kita tidak pernah bisa dibobol
maling yang menggondol mesin ATM itu. Perusahaan tempat kita bekerja juga tidak
ubahnya dengan mesin ATM. Dia merupakan tempat dimana kita bisa ‘mengambil’ hak
kita setelah mengabdikan diri dengan segenap kemampuan dan keahlian yang kita
miliki. Bagaimana seandainya kita tidak lagi bekerja disana? Mungkin kita tidak
pernah merasakan betapa sedihnya orang yang kehilangan pekerjaan. Namun sekedar
membayangkan pensiun pun kita masih sering merasa ngeri. Kita suka mengira
bahwa tanpa perusahaan yang mempekerjakan kita ini, maka kita kehilangan banyak
hal dalam diri kita. Padahal, ‘apa yang kita miliki didalam diri kita’ tidak
bisa direnggut oleh siapapun. Perusahaan mungkin bisa mengambil pekerjaan kita.
Tetapi tidak keahlian, pengalaman, dan keterampilan kerja kita. Maka dari itu,
jika suatu saat kita harus kehilangan pekerjaan kita; berbesar hatilah. Dan
terus berjuanglah untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian yang kita miliki.

5. Tabungan yang bunganya berlipat-lipat. Entah disadari atau
tidak, tabungan kita diganjar dengan tambahan bunga bank. Namun, bunga tabungan
itu terlalu kecil sehingga kita tidak merasakan manfaat yang bermakna. Makanya,
kita sering menggunakan bank dan mesin ATM hanya untuk sekedar menitipkan untuk
sementara. Cukup ‘terima-kasih’ saja. Setiap kali kita ‘terima’ dihari gajian,
kita langsung ‘kasih’ ke berbagai macam rekening tagihan. Kita tidak tertarik
untuk menyimpan uang itu berlama-lama di bank. Bagaimana jika ada bank yang
memberi bunga berlipat-lipat dari tabungan yang kita simpan? Dua kali lipat.
Sepuluh kali lipat. Bahkan tujuh ratus kali lipat. Bersediakah Anda menabung
lebih lama? Anda mau sih, tapi ragu jika ada bank yang seperti itu. Iya kan?
Ada. Namun bank itu bukan tempat penyimpanan uang, melainkan tempat
tersimpannya segala amal perbuatan. Guru kehidupan saya mengajarkan bahwa
setiap kebaikan yang kita lakukan itu laksana sebutir benih yang tumbuh menjadi
sepuluh tangkai. Sedangkan dalam setiap tangkai itu, terdapat tujuh puluh
buahnya. Maka setiap kebaikan kita diganjar dengan bunga dan buah sebanyak 700
kali lipatnya. Sekarang, sudah ada ‘bank’ yang memberi bunga berkali-kali lipat
itu. Dia tidak hanya menerima tabungan dalam bentuk uang. Tetapi juga menerima
ilmu yang Anda tebarkan. Menyambut perilaku baik yang Anda lakukan. Membukukan
setiap tindakan terpuji yang Anda kontribusikan. Maukah Anda menabung kebaikan
di ‘bank’ itu?

Pendapatan yang kita peroleh
berbanding lurus dengan kontribusi yang kita berikan. Tetapi, kadang-kadang
pendapatan itu tidak kita terima dalam bentuk uang yang bisa kita ambil di ATM;
melainkan berupa tabungan yang disimpan di bank yang memberikan bunga hingga
700 kali lipat. Maka jika Anda telah berkontribusi tinggi, namun jumlah uang yang
Anda bawa pulang tetap tidak melimpah ruah juga; ikhlaskanlah. Karena kadar keikhlasan
kita dalam berkontribusi sangat menentukan berapa kali lipat imbalan yang bisa kita
dapatkan untuk bekal di kehidupan akhirat kelak. Selama kita ikhlas, kita juga
tidak akan pernah dihinggapi oleh rasa kesal, kecewa, atau penghujatan karena
merasa telah diperlakukan secara tidak adil. Dengan keikhlasan itu, kita
menambah jumlah tabungan yang bisa dibawa ketika tiba saatnya untuk ‘pulang’.


Catatan Kaki:
Jauh-jauhlah dari niatan untuk membatasi
kontribusi Anda. Karena selain menodai keikhlasan, juga menyebabkan diri Anda
terpenjara dalam tahanan kekerdilan pikiran.

MY DAILY DIARY ON 07 AGST 2011 (APAKAH AKU ATAU DIA YG BERSALAH??)

Dear Blogger...

Hari ini aku sangat sedih..sedih...sedih sekali...my honey memutuskan hubungan....Semua ini ternyata HANYA KARENA PERMASALAHAN UANG!!!....HUTANG!!!....Memang aku bawa kesulitan bagi my honey, tapi itu terjadi begitu saja tanpa aku bermaksud demikian....

Aku mungkin bersalah telah melibatkan my honey dlm masalah ku sebelumnya....tp kenapa ini menjadi besar??? Tidakkah Dia tau bahwa aku pun ingin secepatnya selesai....

Blogger....Aku bener2 tersinggung,sakit hati,kecewa,patah hati dan ga tau apa lg namanya....my honey bener2 kejam...hanya melihat apa yg jelek dan kurang dari diri ku...tp np dia ga liat sisi baik-ku??? Napa? Napa??...apakah dia tidak tau gm aku mencintainya..gm aku memperlakukannya dengan segenap rasa cinta-ku....

Jika memang ga berjodoh...aku akan pergunakan segala cara untuk bisa memilikinya....bila perlu jenasahnya pun aku akan nikahi...aku sudah ga perduli lg....15 tahun aku kehilangan...15 tahun aku simpan rasa cinta ini....begitu sekarang aku dapat,maka aku ga mau kehilangan dirinya!!!!

Jika aku tidak bisa memiliki...maka tidak ada seorangpun yang bisa memilikinya!!!!

ENTAHLAH....ENTAHLAH...APA AKU SUDAH GILA??? ( YA AKU GILA AKAN CINTAKU PADA MY HONEY )....APA AKU SUDAH GA BISA CARI WANITA LAIN??? ( YA AKU GA BISA LAGI...KARENA KEJANTANAN-KU SUDAH KU MATIKAN HANYA UNTUK MY HONEY ).....APA AKU KELEWATAN??? ( YA AKU KELEWAT SAYANG DAN CINTA )....AKU GA TAU HARUS BAGAIMANA LAGI BERBUAT!!!!

SEBENARNYA YANG KU PINTA ADALAH ; JAWABAN I Y A...ITU SAJA SUDAH CUKUP...MAKA AKU AKAN TENANG UNTUK MEMULAI DENGAN HAL BARU,TUNJUKIN BAHWA AKU MAMPU BERUBAH....TP ITU TDK PERNAH AKU DAPETIN.....

AH..AH...GA TAUUUUUUUUUUU..............TITIK AIR MATA INI UDAH HABIS....KERING...SUDAH GA BISA LAGI MENETES...............

Menulis Diatas Kertas Kehidupan Kita

Hai! Teman-teman.

Saya meyakini bahwa setiap
bayi dilahirkan dalam keadaan suci. “Jiwanya bersih laksana selembar kertas
putih,” demikian guru kehidupan saya mengajarkan. Setiap tindakan yang
dilakukannya menjadi tanggungjawab orang tuanya hingga dia mencapai usia akil
baligh. Jelas sekali jika orang tua hanya berperan dalam proses ‘persiapan’
saja. Sedangkan setelah seorang anak akil baligh, maka semua tindak tanduk dan
perilakukanya menjadi tanggungjawab dirinya sendiri. Setiap orang memiliki buku
catatan amalnya masing-masing yang akan menjadi laporan akhir ketika hari
berbangkit tiba kelak. Lembaran-lembarannya merupakan dokumentasi semua
perbuatan. Oleh sebab itu, menjalani hidup tidak ubahnya dengan menulis diatas
kertas kehidupan itu sendiri.

Suatu ketika saya membuka
kotak penyimpanan dokumen-dokumen lama yang sudah disimpan selama
bertahun-tahun. Didalam kotak itu saya menemukan berbagai macam catatan,
termasuk surat cinta, kartu lucu-lucu, puisi-puisi yang saya tulis, dan
berbagai pernak-pernik lainnya. Ketika membacanya kembali, saya berkali-kali
bergumam; apa iya saya pernah menulis kalimat ini? Tetapi saya tidak bisa
mengelak karena kertas itu berisi tulisan tangan sendiri. Di hari kebangkitan
kelak, nasib kita kira-kira sama; kita dihadapkan kepada buku besar berisi
catatan perjalanan kehidupan. Jika catatan itu baik, maka kita akan senang.
Namun, jika catatan itu buruk, kita bertanya; ‘benarkah saya sudah melakukan
hal itu?” Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar menulis dalam kertas
kehidupan; saya ajak untuk memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural
Intelligence berikut ini:

1. Nilai selembar kertas ditentukan oleh catatan yang tertulis didalamnya. Bayangkan Anda memiliki 4 lembar
kertas berukuran A4 yang masing-masing Anda beli seharga 100 rupiah. Satu
lembar digunakan oleh Barrack Obama untuk menuliskan memo tentang skema
pembayaran utang Amerika. Satu lembar diambil Bill Gates untuk menuliskan memo
hadiah 1 milyar dollar bagi siapa saja yang membawa kertas itu ke akuntannya.
Satu lembar lagi digunakan bajak laut karibia untuk menggambarkan peta
penyimpanan harta karunnya. Lembar terakhir Anda simpan utuh dalam sebuah kotak
kayu didalam gudang. Sekarang, apakah ke 4 lembar kertas itu nilainya tetap sama?
Tidak. Karena diatas masing-masing kertas itu sekarang sudah tertera catatan
penting yang menentukan ‘nilai sebenarnya dari kertas itu. Berapa nilai kertas
yang Anda biarkan kosong? Hidup kita juga sama. Tuhan menciptakan semua orang
dengan nilai yang sama. Namun saat kita kembali menghadap kepadaNya, nilai itu
sudah tidak sama lagi. Karena nilai akhir hidup kita, ditentukan oleh catatan
yang tertulis dalam buku kehidupan masing-masing.

2. Menyadari setiap goresan tinta dalam kertas kehidupan. Jika
Anda berkunjung ke ruang bayi di rumah
bersalin, cobalah perhatikan wajah bayi itu satu demi satu. Bukankah semua bayi
itu lucu dan menggemaskan? Anda tidak perlu mengenal siapa orang tua mereka
untuk menyukai sosoknya. Karena bayi adalah mahluk suci putih bersih laksana
selembar kertas utuh ke-4 yang masih Anda simpan itu. Saya dan Anda, dulu
persis seperti bayi-bayi itu. Jiwa kita bersih. Namun kita sering tergoda untuk
melakukan tindakan dan perilaku yang dikendalikan oleh hawa nafsu, sehingga kita
sering tidak mempertimbangkan konsekuensi tindakan yang kita lakukan. Padahal setiap tindakan kita
pada hakekatnya merupakan goresan-goresan pena dalam lembaran-lembaran kertas
kehidupan kita. Sungguh rugi jika kita terlalu banyak menggoreskan tinta
keburukan. Dan kita diliputi oleh keberuntungan yang dijanjikan oleh para Nabi,
jika kita mengisi kertas itu dengan pena yang menuliskan jejak-jejak kebaikan
dalam perjalanan hidup kita. Setidak-tidaknya, kita bisa mengusahakan agar
lebih banyak catatan baik daripada yang buruk.

3. Kita tidak bisa menyangkal tulisan yang pernah dibuat. Dalam
kotak dokumen lama itu saya menemukan sebuah puisi yang sungguh indah. Siapakah
gerangan yang menuliskan puisi ini? Sulit untuk mempercayai jika puisi itu saya
sendiri yang menulisnya. Puisi yang saya buat ketika jatuh cinta. Dalam kotak
itu juga saya menemukan sebuah kertas berisi catatan tentang pengakuan atas
dosa-dosa yang telah saya lakukan. Seburuk itukah saya? Kapan? Saya tidak
pernah melakukan itu. Tetapi, jelas sekali jika catatan itu menorehkan
pengakuan tulus saya atas perilaku buruk yang sudah saya perbuat. Sungguh, kita
tidak mungkin bisa mengingat semua hal yang pernah kita lakukan semasa hidup.
Namun kertas kehidupan kita mencatatkan semuanya itu dengan sedetail-detailnya
tentang makanan yang kita santap, hak orang lain yang kita jarah, harta yang
kita rebut dengan cara licik, kebohongan yang kita tutupi didepan publik, bisikan
hati yang kita sembunyikan, senyum yang kita tebarkan, nasihat yang kita
sampaikan, kebaikan yang kita berikan. Semuanya tercatat dengan rapi. Kelak jika
catatan itu dibahas disidang akhirat, kita akan terkejut; oh, benarkah saya telah
melakukan kebaikan itu? Sebuah kejutan yang indah. Namun sungguh rugi jika kita
terkejut oleh catatan buruk amal-amal kita. Lidah kita boleh menyangkal.
Tetapi, catatan itu menceritakan segalanya. Penyangkalan kita menjadi sia-sia
belaka.

4. Catatan masa lalu tidak bisa dihapus, namun bisa ditebus. Istri
saya pernah bekerja di sebuah perusahaan pembuat kertas daur ulang. Bahan
bakunya adalah kertas-kertas bekas apa saja yang berisi beragam macam catatan. Ditangan
mereka, kertas bekas itu diolah sedemikian rupa hingga menghasilkan
pernak-pernik benda-benda seni yang indah. Tidak tampak lagi jejak
catatan-catatan isi kertas sebelumnya. Sejak kita memasuki masa akil baligh,
tentunya banyak keburukan yang sudah kita lakukan. Mungkin kita bisa meminta
maaf. Namun kata maaf tidak serta merta menghapuskan catatan perbuatan buruk
kita. Tidak mungkin semua itu bisa dihapus. Tetapi, kita bisa menebus semua
keburukan dimasa lalu dengan komitmen untuk mengubahnya menjadi keindahan. Kertas
kehidupan yang terlanjur coreng moreng itu harus diblender dengan komitmen
tidak melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari. Lalu diperas, dicetak,
disetrika, dan dibentuk serta dihias dengan perangai indah. Itu bukan perkara
mudah. Namun kita bisa melakukannya jika kita benar-benar menginginkannya. Tetapi,
siapa yang tidak ingin catatan kertas kehidupannya disajikan dalam bentuk yang
indah saat menghadap Sang Khalik kelak? Perilaku baik dan perangai indah yang
kita lakukan mulai saat ini, semoga menjadi penebus bagi catatan keburukan masa
lalu yang tidak bisa dihapus.

5. Putihkan kembali kertas kehidupan yang mulai buram. Dalam
kotak dokumen itu, semua kertas yang saya temukan berwarna buram kecoklatan.
Padahal dulu kertas-kertas itu berwarna putih bersih. Sama seperti kertas
kehidupan kita yang dulu putih bersih, namun kini sudah berubah menjadi kotor
karena tindakan-tindakan buruk yang kita lakukan. Di pabrik kertas, bubur kayu mengalami
proses ‘bleaching’ dengan klorin untuk menghilangkan pengaruh lignin yang
membuat warna kertas menjadi buram. Kertas kehidupan kita diputihkan dengan
apa? Sejak zaman dahulu, para para Nabi mengajarkan cara membleaching kertas
kehidupan kita. Sesuai dengan tantangan pada zamannya masing-masing, para utusan
suci itu tidak henti-hentinya mengajak umatnya untuk terus berusaha memutihkan
kertas kehidupannya. Guru kehidupan saya menjelaskan bahwa meskipun berbeda
masa, namun inti ajaran para Nabi itu sama yaitu; “Berserah diri hanya kepada
Tuhan Yang Maha Esa.” Penyerahan diri secara utuh itulah yang menjadi ‘bleacher’
kertas kehidupan kita. Sedangkan perangai dan tindakan baik kita menjadi tulisan
dan untaian kalimat-kalimat indah yang tertera dalam buku catatan kehidupan
kita.

Setiap hari, kita menulis
dalam lembara kertas baru kehidupan kita. Kemudian lembaran-lembaran itu akan
disusun menjadi sebuah buku yang berisi seluruh catatan lengkap perjalanan
hidup kita. Diantara amal baik, mungkin terselip perbuatan buruk. Dibalik niat
baik, mungkin tersembunyi cara eksekusi yang buruk. Oleh sebab itu, pantaslah
kiranya jika kita saling menyadari ketidaksempurnaan diri. Dan saling memaafkan
satu sama lain. Persis seperti tuntunan para Nabi suci, untuk mengisi hari-hari
baru kita dengan lembaran-lembaran baru kehidupan yang menorehkan catatan indah
dalam buku kehidupan kita. Bagi seorang Muslim, Ramadhan adalah kesempatan terbaik untuk meluruskan
tauhid dan memutihkan kembali kertas kehidupannya, serta menghiasinya dengan
amal baik. Selamat menjalankan ibadah Ramadhan.



Catatan Kaki:
Setiap hari baru adalah lembaran kertas
kehidupan yang baru bagi kita. Terserah kepada keputusan masing-masing, hendak
menuliskan apa didalam lembaran kertas kehidupan itu.

Apakah Anda Menyukai Tebu Atau Gulanya?

Hore, Hari Baru! Teman-teman.

“Habis manis, sepah dibuang,”

betapa pandainya para sepuh kita membuat perumpamaan. Orang-orang yang dinilai
sudah tidak berguna lagi disisihkan begitu saja. Kadang kita marah,
kalau diperlakukan seperti sepah. Padahal, kita juga akan membuang sepah itu
jika sudah tidak ada lagi rasa manisnya. Ini soal siapa pelaku dan siapa
korbannya saja. Kita tidak suka jadi korban, itu saja. Bukankah kita juga tidak
ingin menyimpan sepah dirumah? Wajar jika sepah itu dibuang. Yang tidak wajar
adalah yang belum menjadi sepah sudah dibuang. Juga tidak wajar jika kita sudah
menjadi sepah, tetapi menuntut orang lain untuk terus menerus menikmati rasa
manis yang sudah tidak kita miliki lagi. Ngomong-ngomong, ‘sepah’ itu apa sih?

Meski bukan daerah penghasil
gula, namun di rumah masa kecil saya terdapat rumpun-rumpun pohon tebu. Kami
menggunakan parang untuk memotong batangnya, lalu mengupas kulitnya. Kemudian
memotong batang tebu itu menjadi seukuran jari-jari telunjuk. Setelah itu? Kami
mengungahnya. Rasa manis memenuhi mulut kami. Lalu tiba saatnya dimana kunyahan
itu hanya menyisakan rasa tawar saja. Di mulut kami sekarang hanya tertinggal
ampas. Kami meludahkan ampas itu ke tanah. Benda tak berdaya diatas tanah
itulah yang kita sebut sebagai sepah. Habis manis, sepah dibuang. Memangnya
harus diapakan lagi sepah itu jika tidak dibuang? Kita sering menggambarkan
hidup yang sudah tidak berguna sebagai sepah. Kita sadar jika sudah tidak
berguna, tetapi masih ngotot untuk tidak dibuang. Itu mengindikasikan bahwa ini
adalah saatnya untuk mengubah paradigma tentang hidup. Bagi Anda yang tertarik menemani
saya belajar memperbaiki paradigma hidup itu; saya ajak untuk memulainya dengan
memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:

1. Jadilah pemanis kehidupan. Disekitar kita begitu banyak orang yang suka
minum kopi. Tetapi, saya hampir tidak pernah mengenal orang yang minum kopi
tanpa gula. Bahkan sekalipun kita menyebutnya ‘kopi pahit’, ternyata ya
menggunakan gula juga. Mengapa gula selalu ada dalam setiap cangkir kopi yang
disajikan? Karena gula membuat rasa pahit pada kopi terasa menjadi manis. Anda
yang mengetahui rasa asli kopi tentu tahu jika sebenarnya kopi itu mirip arang.
Karbon yang tersisa dari benda hangus. Makanya rasanya tidak benar-benar enak.
Tetapi, ketika kedalam seduhan kopi pahit itu kita bubuhkan gula; tiba-tiba
saja kita menikmatinya. Bahkan menjadikannya sebagai minuman favorit. Bayangkan
jika kita bisa membuat rasa pahit kehidupan menjadi terasa manis. Tentunya kita
tidak akan lagi harus disiksa oleh rasa pahit itu. Bahkan boleh jadi, kita
menjadi penikmat rasa pahit itu. Kita bisa menari dalam deraan tantangan dan
rintangan. Kita masih bisa tersenyum ditengah terpaan angin cobaan. Dan kita
masih bisa bersyukur meski tengah berada dalam pahit getirnya cobaan hidup.
Semoga kita bisa menjadi pribadi yang mampu memaniskan kehidupan.

2. Jadilah pribadi yang manis, maka pasti selalu dikerubuti. Ditempat
tidur saya tiba-tiba saja banyak sekali semut. Setelah diperiksa, ternyata ada
sisa-sisa gula dari kue kering yang kami makan bersama anak-anak. Ternyata
benar; ada gula, ada semut. Para semut tidak lagi memperdulikan lokasi dan
situasi. Dimana ada gula, kesitulah mereka berbondong beriringan. Ini tidak
hanya benar bagi para semut. Coba saja perhatikan orang-orang yang bisa memberi
manfaat bagi lingkungannya. Para dermawan, selalu dikerubungi oleh para
pengikut setianya. Para alim ulama dan orang-orang berilmu, selalu menjadi
rujukan para pencari pencerahan. Siapapun yang bisa memberi manfaat kepada
orang lain, bisa dipastikan selalu dibutuhkan oleh mereka. Kita? Sesekali orang
lain itu mbok ya membutuhkan kita gitu loh. Tapi mengapa yang terjadi malah
sebaliknya ya? Mereka malah mengira
seolah kita ini tidak ada. Sekalipun kita sudah menyodor-nyodorkan wajah kita.
Tetap saja masih tidak mereka lihat. Sudah beriklan, bahkan. Tapi juga tidak
ditanggapi. Barangkali, karena kita belum bisa menjadi pribadi yang manis bagi
mereka. Karena sudah menjadi fitrah manusia untuk mengerubuti segala sesuatu
yang terasa manis.

3. Tetaplah manis, maka sepahmu tidak pernah dibuang. Mari
berhenti untuk marah atau kecewa jika orang lain membuang kita karena mereka
menilai kita sudah menjadi sepah. Mereka tidak salah. Kitalah yang harus
berpikir bagaimana caranya supaya tidak menjadi sepah. Sebab jika kita masih
tetap memiliki rasa manis itu, mereka tidak akan membuang kita, percayalah.
Saya mengenal seorang eksekutif senior yang mumpuni. Setelah memasuki masa
pensiun dari jabatanya yang tinggi, saya pikir beliau akan menjadi seperti ‘tebu-tebu’
yang lainnya. Ternyata saya keliru. Perusahaan kemudian memperpanjang masa
kerjanya dengan system kontrak. Lalu beliau berpindah ke perusahaan lain. Lalu
beliau ditarik lagi oleh perusahaan lainnya. Bagi saya, beliau inilah salah
satu living legend mereka yang tidak pernah membiarkan dirinya ‘kehilangan rasa
manis’. Meski usianya sudah jauh melampaui masa pensiun, beliau tetap manis. Rasa
manis yang masih tetap lestari didalam dirinya itulah yang menjadikan beliau
tetap menjadi rebutan perusahaan-perusahaan besar. Jadi jika kita tidak ingin menjadi sepah yang dibuang,
maka kita harus memastikan bahwa kita tetap menjadi pribadi yang manis.

4. Nikmatilah rasa manis secukupnya, tidak berlebihan. Sekarang,
cobalah ambil sesendok gula terbaik yang Anda miliki. Lalu suapkan sesendok
gula itu kedalam mulut Anda, dan kunyahlah. Apakah Anda masih menikmati rasa
manisnya? Pada dasarnya, semua orang menyukai rasa manis. Namun, tak seorang
pun bisa melahapnya terlalu banyak. Kita semua mendambakan manisnya kehidupan. Dan
kita sering terlalu serakah untuk merengkuhnya sendirian. Bahkan gula pun mengajari
kita bahwa terlalu banyak rasa manis membuat kepala kita pusing, bahkan kita
bisa mengalami sindrom toleransi insulin. Sungguh keliru jika kita mengira
hidup yang manis itu adalah yang semuanya serba indah. Tidak. Justru hidup yang
terlalu indah cenderung menjadikan kita pribadi yang serakah. Semacam sindrom
toleransi insulin kehidupan. Tidak peduli betapa banyak insulin yang diproduksi
dalam tubuh Anda, gula akan tetap menumpuk dalam darah Anda. Tahukah Anda apa
yang terjadi ketika dalam darah kita terdapat lebih banyak gula dari yang
seharusnya? Hmmmh, Anda tentu paham yang saya maksudkan. Bahkan rasa manis
kehidupan yang terlalu banyak pun bisa membahayakan kehidupan diri Anda
sendiri. Maka nikmatilah rasa manisnya kehidupan, namun tidak perlu berlebihan.

5. Semanis apapun kita, tidak bisa lepas dari fitrah. Sepah di
kebun tebu kami jumlahnya tidak terlalu melimpah. Namun jika dibiarkan tetap
saja menjadi sampah. Kami punya banyak pilihan untuk memperlakukannya. Jika kami
membuangnya ke kolong kandang domba, maka sepah itu akan menambah nutrisi pada
pupuk kandang yang kami dapatkan. Jika kami membuangnya ke kolam ikan, maka dia
akan menjadi tempat tumbuhnya plankton dan jentik-jentik makanan penggemuk ikan.
Jadi, apanya yang terbuang dari seonggok sepah? Tidak ada. Sepah benar-benar
menyadari bahwa dia tidak bisa melawan fitrah. Semua orang yang pernah muda
akan menjadi tua. Semua yang gagah perkasa akan menjadi tak berdaya. Semua yang
kuat menjadi lemah. Itulah fitrah. Tetapi mari sekali lagi kita lihat sang
sepah. Bahkan setelah masuk tempat sampah, dia tetap saja menjadi anugerah.
Jika kita ikut mengimani konsepsi hidup setelah mati, maka kita lebih beruntung
lagi. Karena dengan keyakinan itu kita kita bisa berharap memetik buah manis
tabungan kebaikan yang pernah kita lakukan semasa hidup. Kita boleh berharap
itu, karena iman kita mengajarkan bahwa setiap amal baik yang pernah kita lakukan
atas nama Tuhan, akan membuahkan imbalan yang sepadan. Beruntunglah kita yang
percaya, karena setidak-tidaknya kita memiliki harapan; bahwa fitrah kita
adalah untuk mempersiapkan tempat pulang alam keabadian.

Tidak perlu lagi untuk merasa
kecewa karena telah dihempaskan oleh lingkungan yang Anda harapkan memberikan
penerimaan. Mungkin mereka benar telah menghempaskan kita karena kita belum
bisa memberi rasa manis yang mereka butuhkan. Mungkin juga mereka keliru karena
tidak bisa menghargai rasa manis yang kita miliki. Tetapi, bukan itu yang perlu
menjadi fokus perhatian kita sekarang. Cukuplah untuk selalu memikirkan,
bagaimana caranya agar kita bisa memberikan lebih banyak lagi rasa manis?
Karena dengan rasa manis yang kita tebarkan, kita tidak perlu meneriaki para
semut untuk mengerubuti. Insya Allah, cepat atau lambat; mereka akan datang
sendiri.


Catatan Kaki:
Jika kita merasa dibuang dari lingkungan
yang kita inginkan, mungkin itu karena kita sudah tidak memiliki rasa manis
yang bisa kita berikan. Atau, rasa manis kita lebih dibutuhkan ditempat yang
lain.

Kritik Anda adalah Kue Anda

Blogger,

"Anda tidak berhak dipuji kalau tidak
bisa menerima kritikan."
-- Halle Berry, 2005

Itulah kalimat dahsyat yang disampaikan
Halle Berry, artis peraih Oscar melalui
film James Bond 'Die Another Day' di
tahun 2004 ketika mendapat piala Razzie
Award.

Razzie Award adalah penghargaan yang
diberikan kepada mereka yang dinilai
aktingnya buruk. Label pemain terburuk
ini didapatkan Halle setelah memainkan
perannya di film 'Cat Woman'.

Ia adalah orang yang pertama kali
langsung datang ke tempat pemberian
penghargaan tersebut.

Tidak ada Aktor dan Artis lain
sebelumnya yang sanggup datang dan
hanya menyampaikan pesannya melalui
video.

Sambutannya sungguh menarik : "Saya
menerima penghargaan ini dengan tulus.
Saya menganggap ini sebagai kritik
bagi saya untuk tampil lebih baik di
film-film saya berikutnya. Saya masih
ingat pesan ibu saya bahwa... 'Kamu
tidak berhak dipuji kalau kamu tidak
bisa menerima kritikan'."

Tepukan tangan sambil berdiri sebagai
bentuk ketakjuban dari para hadirin
sangat memeriahkan malam itu. Ya,
sangat sedikit orang yang sanggup
menerima kritikan seperti Halle.

Nah, sekarang, apa arti kritik bagi
ANDA? Apakah itu musibah buruk?
Seperti bencana yang tidak terduga,
atau... simbol kehancuran diri? Adakah
yang bisa menganggap kritik layaknya ia
menerima pujian?

Kritik memiliki banyak bentuk...

Kritik bisa berupa nasehat, obrolan,
sindiran, guyonan, hingga cacian pedas.
Wajar saja jika setiap orang tidak suka
akan kritik.

Bagaimanapun, akan lebih menyenangkan
jika kita berlaku dan tampil sempurna,
memuaskan semua orang dan mendapatkan
pujian.

Tapi siapa yang bisa menjamin bahwa
kita bisa aman dari kritik? Tokh kita
hanyalah manusia dengan segala
keterbatasannya. Dan nyatanya, di dunia
ini lebih banyak orang yang suka
mengkritik, daripada dikritik. :-)

Kalau ANDA suka sepak bola, pasti
sering mengamati para komentator dalam
mengeluarkan pernyataan pedasnya.

Padahal belum tentu kepandaian mereka
dalam mengkritik orang lain sebanding
dengan kemampuannya jika disuruh
memainkan bola sendiri di lapangan. ;-)

Belum lagi para pakar dan pengamat
politik, ekonomi, maupun sosial. Mereka
ramai-ramai berkomentar kepada publik,
seolah pernyataan merekalah yang paling
benar. :-)

Namun bukan itu permasalahannya!

Pertanyaannya sekarang adalah...
seandainya ANDA mendapatkan kritikan,
yang sakitnya melebihi tamparan, apa
yang harus ANDA lakukan?

Jawabannya adalah...

=> Nikmatilah setiap kritikan layaknya
kue kegemaran kita!

Mungkinkah? Mengapa tidak! :-)

Kita mempunyai wewenang penuh untuk
mengontrol perasaan kita.

Berikut tips untuk ANDA saat menghadapi
kritik:

1. Ubah Paradigma ANDA Terhadap Kritik

BLOGGER, tidak sedikit orang yang jatuh
hanya gara-gara kritik, meski tidak
semua kritik itu benar dan perlu
ditanggapi. Padahal, kritik menunjukkan
adanya yang *masih peduli* kepada kita.

Coba perhatikan perusahaan-perusahaan
besar yang harus mengirimkan berbagai
survey untuk mengetahui kelemahannya.

Bayangkan jika ANDA harus melakukan
hal yang sama, mengeluarkan banyak uang
hanya untuk mengetahui kekurangan
ANDA! LoL. :-)

Kritik merupakan kesempatan untuk
koreksi diri. Tentu saja akan
menyenangkan jika mengetahui secara
langsung kekurangan kita, daripada
sekedar menerima dampaknya, seperti
dikucilkan misalnya.

2. Cari tahu sudut pandang si pengkritik

Tidak ada salahnya mencari tahu detil
kritik yang disampaikan. ANDA bisa
belajar dari mereka dan melakukan
koreksi terhadap diri ANDA. Bisa jadi
kritik yang disampaikan benar adanya.

Jika perlu, justru carilah orang yang
mau memberikan kritik sekaligus saran
kepada ANDA. Tokh ANDA tidak akan
menjadi rendah dengan hal itu.

Justru sebaliknya, pendapat orang bisa
jadi membuka persepsi, wawasan, maupun
paradigma baru yang mendukung goal
ANDA.

3. Kritik tidak perlu dibalas dengan kritik!

Tanggapi kritik dengan bijak. ANDA
tidak perlu merasa marah atau
memasukkannya ke dalam hati. Toh
menyampaikan pendapat adalah hak semua
orang.

Nikmatilah apapun yang mereka
sampaikan. Tidak ada ruginya untuk
ringan dalam mema'afkan seseorang.
Anggaplah semua itu untuk perbaikan
yang menguntungkan ANDA kelak.

Jangan pernah ANDA balas kritik dengan
kritik. Karena hal ini hanya akan
membuat perdebatan, menguras tenaga &
pikiran. Tidak ada gunanya...

4. Terimalah kritikan dengan senyuman. ^_^

Ini semua bisa melatih mental kita agar
bisa *tegar* menghadapi ujian yang
lebih hebat di kemudian hari.

Singkatnya, kita memang hanya layak
dipuji jika sudah berani menerima
kritikan. Meski tidak mudah, asah terus
keberanian ANDA untuk menikmati kritik
layaknya menikmati kue ANDA.

Ingat, pujian dan apresiasi hanya akan
datang apabila kita sudah melakukan
sesuatu yang berharga.

So, jangan pernah bosan untuk memburu
kritik, dan tanggapilah setiap kritik dengan
lapang dada! :-)