.....W E L C O M E TO M Y B L O G....

Senin, 18 Juli 2011

PUISI DERITA CINTA....

DERITA CINTAKU



Disini aku pernah bersamamu...

Disini kita pernah bersama...

Lalui hari ukir cerita dan cinta...

Ku coba mengerti kesedihanmu...

Ku coba mengerti kebahagian yang kau impikan...

Jadikan derita pengikat rasa...

Jadikan ceria pelipur rasa...

Tumbuhkan kepercayaan diri bahwa kau milikku...

Yakinkan semangat bahwa tak akan kehilanganmu lagi...

Bahwa kau adalah milikku..

Tak akan pernah hilang dan lepas...

Tak akan pernah pergi....

Mencintai mu dalam kesetiaan...

Menghormati mu dalam kasih sayang....

Menyayangi mu dalam pengertian....

Karena kita saling tau...

Rasa kasih itu ada antara kita...

Derita yang bisa di selesaikan dan di mengerti...

Tapi kini hilang musnah dalam sekejap..

Rasa itu pergi bersama asa ku...

Cinta itu berubah menjadi derita....

Adakah pelangi yang kau sisakan untukku?
Ketika dirimu tak jua menghampiri?
Jiwaku meregang sudah...
Segala harap dan sinta mulai musnah...

Wahai burung,dengarkanlah jeritan hati ini...
Wahai ombak,berhentilah sejenak dengarkanlah gemuruh yang menyesak di dada...
Wahai Angin,dengarlah desisan hatiku yang merana ini....


kuingin kau dengar
tangisan hatiku
kuingin kau rasakan
rintihan rinduku
bathinku menangis
teramat pilu
mengingat kenangan masa lalu
saat masih bersamamu
saat kau ada disisiku
benakku berkata
dengarkan pintaku
jiwaku meratap
wujudkan mimpiku

MUTIARA of MOTHER TERESA

Just For You My Sweet Honey

THIS SONG IS FOR YOU..AND IT SHOW WHAT MY HEART ON 18 JULI 2011













My Heart Will Go On

Special Song for Me and You My Sweet Heart

TRAGEDI-KU 18 JULI 2011

Dear Blogger...

Salam Jumpa kembali para Blogger dan pembaca My Blog...

TRAGEDIKU 18 JULI 2011

Hari ini 18 juli 2011 sebuah tragedi besar menimpa diriku..Keluar dari pekerjaan!! ini bukan hal yang sangat merisaukan karena sudah ada back up untuk itu...Tetapi yang sangat tragis dan sangat menyedihkan adalah PUTUSNYA / KATA PUTUS dari My Sweet Honey...Aku ga tau apakah ini berlaku sesaat atau selamanya...Oh ya Tuhan...Mengapa ini harus terjadi??? Mengapa??? apakah sudah tidak ada rasa itu lagi??? apakah sudah tidak bisa lagi di perbaiki??? apakah aku harus kehilangan lagi orang yang sangat kusayangi???15 tahun lebih aku cari,tp hanya 15 bulan aku bisa pertahankan... Ga tau...Ga tau...sedih hati inisemoga ini hanya sesaat...

Banyak hal telah kita alami bersama, banyak hal kita lakuin bersama,semua tempat sudah kita datangi,banyak kesukaran kita lalui bersama,kenangan pahit pun banyak (My Honey kmu tau yg aku maksud) dan masih banyak lagi yang kita lalui bersama....Apakah ini bisa hilang dalam sekejap??? Jujur aku ga akan mampu dan ga akan bisa hapus meskipun dalam hitungan tahun ataupun abad.

Harus bagaimana lagi aku berusaha??? Kiamat dunia ini bagi ku...meskipun aku masih ada beban yang harus aku perhatikan dan jaga,tapi My Honey engkau segalanya bagiku....

Aku tau detail tentang diri dan sifat mu,juga sebaliknya....Jadi aku berharap masih ada kesempatan dan waktu lagi thuk bisa bersama....Semoga ini terjadi sesaat karena masalah beban yang melibatkan My Honey...

Udahlah..ga tau lagi harus bagaimana...
Abis sudah atau masih ada kelanjutan...
Bingung...sedih..kecewa...sakit rasa hati ini...

Ah..ah..ah...ga tau lagi bagaiman mengungkap dan bercerita lagi...
Udahlah...udahlah....

HUKUM AKU...MARAHI AKU...TAPI JANGAN KAU LAKUKAN INI...
PLEASE...PLEASE...
Arrrgggghhhh....

Makna Jumat Agung

Dalam bulan Maret

, banyak umat Kristiani (Kristen dan Katolik) mempersiapkan diri memasuki Jumat Agung pada tanggal 22 April 2011. Ada yang berpuasa, ada juga yang melakukan meditasi, maupun mendengarkan kotbah-kotbah yang bertemakan kesengsaraan dan kematian Kristus. Namun, apabila setiap umat kristiani berhenti sejenak dari perenungannya dan merefleksikan perenungannya, maka akan muncul sebuah pertanyaan, “Dimanakah letak keagungan hari Jumat Agung?”

Dalam budaya barat, untuk menyebut Jumat Agung digunakan istilah ”Good Friday.” Jika menilik pengertian kata “agung” yang berarti besar, mulia, luhur, dan kata “keagungan” yang berarti kemuliaan, kebesaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990), rasanya sulit untuk melihat keagungan dalam Jumat Agung. Kesengsaraan, penderitaan, bahkan kematian yang dialami oleh Yesus, lebih memiliki konotasi sebagai sesuatu yang hina. Hukuman salib pada masa kekuasaan Romawi, merupakan suatu bentuk hukuman yang merendahkan harkat orang yang disalibkan. Hukuman salib biasa digunakan untuk menghukum mati mereka yang dikutuk. Nilai sebuah kesengsaraan dan hukuman salib “mengharuskan” ketiadaan keagungan dalam peristiwa Jumat Agung.

Namun demikian, Jumat Agung tetap menyimpan banyak hal yang menyatakan keagungan-Nya. Keagungan Jumat Agung harus dilihat dalam perspektif makna dan alasan Yesus Kristus mau menjalani semua hukuman tersebut dalam ketidak-berdosaan-Nya. Bahkan Raja Herodes dan Pontius Pilatus pun tidak dapat menemukan kesalahan dalam diri Yesus (Lukas 23:13-25). Yesus menjalani hukuman dan kesengsaraan, semata-mata untuk menebus dan menghapuskan dosa manusia, sehingga manusia dipersatukan dengan Tuhan. Seorang teolog bernama John Piper, dalam bukunya Fifty Reasons Why Jesus Came To Die, mengatakan, “If we criminals are to go free and be forgiven, there must be some dramatic demonstration that the honor of God is upheld even though former blasphemers are being set free. That is why Christ suffered and die.”

Di sisi lain, apa yang dilakukan Yesus melalui pengorbanan-Nya di atas kayu salib, meninggalkan suatu nilai dan teladan hidup memberi diri bagi orang lain. Kerelaan-Nya untuk memberi diri bagi manusia berdosa, menambah indahnya keagungan Jumat Agung. Dimulai ketika, Yesus yang adalah Allah rela merendahkan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba, menjadi manusia, sama seperti kita, kecuali dalam hal dosa, karena Yesus tidak berdosa. Semua itu Dia lakukan, bahkan sampai naik ke atas salib dan menjadi korban tebusan bagi manusia yang tidak sanggup untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Inilah keagungan dalam Jumat Agung.
Akhirnya, alangkah indahnya bangsa Indonesia, apabila setiap orang dalam bangsa ini saling berbagi dalam hidup bermasyarakat sebagai suatu komunitas bukan individualistis. Alangkah indahnya juga, apabila para pejabat juga bisa berbagi kepada rakyat yang masih menanti janji para elite ketika kampanye, yang menyerukan kesejahteraan social bagi seluruh rakyat Indonesia.Dan begitu juga halnya dengan gereja. Bukankah indah, apabila gereja bisa bergerak sebagai satu kesatuan tubuh Kristus bukan bagian per bagian yang bergerak masing-masing demi kepentingan dan ambisi pribadi. Dan alangkah mulianya apabila setiap orang saling merendahkah diri dan memberi dirinya bagi sesama saudara seiman. Bukan hanya berkata-kata tetapi melakukannya secara nyata dalam kehidupan berjemaat, sehingga Tuhan Yesus dimuliakan dan ditinggikan.

Teladan agung yang diberikan oleh Tuhan Yesus, mengajak setiap umat kristiani untuk memaknai kembali pengertian Tubuh Kristus, jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita (1 Korintus 12:26). Selamat menikmati keagungan Jumat Agung.

Novena Kanak-Kanak Yesus



(Pada waktu mendesak)

(Harus didoakan selama sembilan hari berturut-turut)

Yesus, Engkau bersabda, "Mintalah maka kamu akan menerimanya, carilah maka kamu akan menemukan, ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu". Dengan perantara Bunda Maria, BundaMu yang tersuci, aku mengetuk, aku mencari, aku memohon kabulkanlah doaku.

(Sebutkanlah permohonan anda.......)

Yesus, Engkau bersabda, "Semua yang kau mohon atas namaKu Bapa akan mengabulkanNya". Dengan perantara Bunda Maria, BundaMu yang tersuci, dengan rendah hati, dengan sangat aku memohon kepada BapaMu demi namaMu, kabulkanlah doaku.

(Sebutkanlah permohonan anda.......)

Yesus, Engkau bersabda, "surga dan bumi akan lenyap,tetapi sabdaKu tidak akan lenyap". Dengan perantara Bunda Maria, BundaMu yang suci, aku yakin bahwa doaku akan dikabulkan.

(Sebutkanlah permohonan anda.......).

Sejarah Devosi Kanak-Kanak Yesus



Senantiasa ada pada nenek saya sebuah patung Yesus sebagai seorang kanak-kanak berpakaian bagai seorang raja kecil dengan mahkota. Nenek bahkan memiliki beberapa jubah yang berbeda, yang berhias amat indah untuk-Nya. Mohon penjelasan mengenai hal ini.
~ seorang pembaca di Dale City

Dari gambaran seperti yang diberikan dalam pertanyaan di atas, patung yang dimaksud adalah patung Kanak-kanak Yesus dari Praha. Pertama-tama, devosi kepada Kanak-kanak Kudus Yesus merupakan suatu tradisi yang telah berabad-abad lamanya dalam spiritualitas Katolik.

Para Bapa Gereja awali, seperti St Atanasius dan St Hieronimus, berdevosi secara istimewa kepada Kanak-kanak Kudus Yesus. Beberapa para kudus besar sesudahnya, di antaranya St Bernardus dari Clairvaux, St Theresia dari Kanak-kanak Yesus (si Bunga Kecil), St Fransiskus Assisi, St Antonius Padua dan St Theresia Avila, berperan dalam mempopulerkan devosi kepada Kanak-kanak Kudus ini. (St Theresia Avila bepergian dengan membawa serta patung Kanak-kanak Kudus apabila ia mengunjungi biara-biara lain.) Sekitar tahun 1300-an, patung Kanak-kanak Kudus, yang biasanya dibuat dari lilin atau kayu, menjadi populer. Patut diingat bahwa meski Injil tidak memberikan banyak informasi mengenai masa kanak-kanak Tuhan kita, namun “Kehidupan yang tersembunyi di Nazaret memungkinkan setiap orang, supaya berada bersama Yesus dalam kegiatan sehari-hari” (Katekismus Gereja Katolik, No 533).

Devosi kepada Kanak-kanak Yesus dari Praha berasal dari pertengahan abad ke-15. Pada tahun 1556, Maria Manriquez de Lara dari Spanyol menikah dengan seorang bangsawan Ceko bernama Vratislav Perstyn. Maria membawa bersamanya patung Kanak-kanak Kudus (yang kelak dikenal sebagai patung Kanak-kanak Yesus dari Praha), tingginya sekitar 18 inchi. (Tradisi lain mengatakan bahwa patung ini berasal dari sebuah biara di Bohemia dan kemudian dimiliki oleh Dona Isabella Manriquez, yang memberikannya sebagai hadiah pernikahan kepada puterinya, Maria Manriquez, dan menantunya, Vratislav Perstyn). Pada tahun 1587, Maria memberikan patung ini sebagai hadiah pernikahan kepada anaknya, Puteri Polyxena Lobkowitz.

Sebelum membahas lebih lanjut, baiklah kita mengetahui suatu legenda saleh mengenai asal usul patung ini: Di sebelah selatan Spanyol, bangsa Moor menyerang sebuah biara Karmelit; hanya empat biarawan saja yang berhasil meloloskan diri. Seorang dari antara mereka, yang bernama Yosef, berdevosi secara istimewa kepada Kanak-kanak Kudus.

Suatu ketika, kala Yosef sedang bekerja di halaman, seorang kanak-kanak menampakkan diri kepada Yosef dan memintanya untuk berdoa bersama-Nya. Yosef mendaraskan “Salam Maria,” dan pada kata-kata, “terpujilah buah tubuhmu Yesus,” kanak-kanak itu berkata, “Itulah Aku.” Yosef mengerti bahwa ia telah melihat Kanak-kanak Kudus dan karenanya berusaha membuat gambaran-Nya.

Selama bertahun-tahun Yosef mencoba tanpa hasil yang berarti untuk membuat sebuah patung sesuai gambaran-Nya, hingga suatu hari Kanak-kanak Kudus menampakkan diri kembali. Yesus mengatakan, “Aku datang untuk memperlihatkan Diri-Ku kembali kepadamu, agar engkau dapat menyelesaikan patung sesuai gambaran-Ku.” Yosef segera mulai bekerja, dan ketika ia telah selesai, Kanak-kanak Kudus menghilang. Yosef teramat lelah hingga ia tertidur, dan tidak pernah bangun kembali dalam kehidupan ini. Kanak-kanak Kudus datang untuk membawa sahabat-Nya ke rumah surgawi-Nya. Sungguh merupakan suatu kisah yang indah.

Pada tahun 1628, Puteri Polyxena memberikan patung Kanak-kanak Kudus kepada Karmelit Tak Berkasut di Gereja Santa Perawan Maria Pemenang di Praha. Katanya,
“Kuberikan kepada kalian apa yang kuanggap paling berharga dari milikku. Simpanlah patung ini penuh hormat dan kalian akan berkecukupan.”

Pada tahun 1631, pasukan Swedia menyerbu Praha dan menghancurkan gereja-gereja Katolik. Para biarawan Karmelit terpaksa melarikan diri dari Gereja Santa Perawan Maria Pemenang. Bala tentara Swedia mencemarkan gereja, merobohkan altar, dan mencampakkan patung Kanak-kanak Kudus ke tumpukan puing-puing hingga mematahkan kedua tangan dan jari-jemarinya.

Pada tahun 1638, para biarawan Karmelit dapat kembali ke Praha, ke Gereja Santa Perawan Maria Pemenang. Walau melarat, mereka ingat akan pesan Puteri Polyxena. Imam Cyril menemukan patung Kanak-kanak Kudus terkubur dalam reruntuhan gereja. Ia membersihkannya dan lalu menempatkannya di ruang doa mereka agar mereka dapat menghormatinya.

Suatu hari, sementara Pater Cyril sedang berdoa di depan patung, ia mendengar Kanak-kanak Kudus Yesus berkata,
“Kasihanilah Aku, dan Aku akan mengasihani kalian. Berilah Aku tangan, dan Aku akan memberi kalian damai. Semakin kalian menghormati-Ku, semakin Aku memberkati kalian.”

P Cyril tahu bahwa ia harus mendapatkan suatu cara untuk memperbaiki kedua tangan patung Kanak-kanak Kudus, tetapi ia maupun saudara-saudara sebiaranya tak memiliki baik keahlian maupun uang untuk melakukannya. Sebab itu, Pater Cyril memohon bantuan Bunda Maria untuk datang menolong Putra Ilahinya. Sekali lagi, sementara Pater Cyril sedang berdoa di depan patung, Kanak-kanak Kudus berbicara kepadanya, “Tempatkanlah Aku dekat pintu masuk sakristi, maka kalian akan mendapatkan bantuan.” Pater Cyril segera melakukannya. Hanya beberapa hari sesudahnya, seorang laki-laki datang ke sakristi sesudah Misa untuk menawarkan bantuan. Sumbangannya dipergunakan untuk membayar biaya perbaikan patung. Selanjutnya, biara tidak pernah lagi berkekurangan.

Mukjizat-mukjizat mulai terjadi. (Mukjizat-mukjizat pertama dicatat dalam sebuah buku oleh P. Emerich, dipublikasikan di Jerman pada tahun 1736 dan di Ceko pada tahun 1749.) Bersama mukjizat, datanglah berbondong-bondong peziarah.

Pada tahun 1641, sebuah altar didirikan di tempat di mana patung dihormati, dan kemudian pada tahun 1644, sebuah kapel dibangun. Kaum bangsawan mulai mendukung devosi kepada Kanak-kanak Yesus dari Praha, termasuk di antaranya Raja Ferdinand (Austria-Hungaria), Raja Charles Gustav (Swedia) dan Bernard Ignatius (Bangsawan Martinic). Pada tanggal 14 Januari 1651, dalam acara prosesi patung secara istimewa dari Gereja Santa Perawan Maria Pemenang ke berbagai paroki lain, Bernard Ignatius mempersembahkan sebuah mahkota emas bertahtakan intan permata, yang kemudian ditempatkan di atas kepala patung.

Pada tahun 1648, Uskup Agung Praha secara resmi memberikan persetujuan atas devosi kepada Kanak-kanak Kudus Yesus di bawah gelar, “Kanak-kanak Yesus dari Praha”. Pada tanggal 4 April 1655, Uskup Agung Josef Corta, bertindak atas nama Kardinal Harrach III, dengan khidmad memasangkan mahkota di kepala dan bola berhiaskan salib di atasnya pada tangan patung Kanak-kanak Yesus dari Praha. Pada tahun 1741, patung ditempatkan di kapel lain, di mana gambar Bunda Maria dan St Yosef ada di sisi kanan dan kirinya, gambar Bapa Surgawi dan Roh Kudus ada di atasnya, yang kesemuanya itu menunjukkan keluarga manusia dan keluarga ilahi Yesus. Sekitar masa itu, pada patung juga mulai dikenakan jubah-jubah yang berhias amat indah.

Sejak saat itu, devosi kepada Kanak-kanak Yesus dari Praha juga terus meningkat, teristimewa di Italia, Spanyol dan negara-negara yang berhubungan dengan pemerintahan kolonial Spanyol. Devosi kanak - kanak Yesus ini mengilhami kita untuk merenungkan masa kanak-kanak dan martabat rajawi Tuhan kita. Kendati berbagai kekacauan dan perang, patung ini tetap terlindungi. Di samping itu, banyak mukjizat terjadi sehubungan dengan devosi ini.

Sebuah doa novena, yang didaraskan teristimewa mulai tanggal 17 hingga 25 Desember, berbunyi sebagai berikut,

“Yesus terkasih, Kanak-kanak Kudus dari Praha, betapa Engkau mengasihi kami dengan lemah lembut. Sukacita-Mu yang terbesar adalah tinggal di antara kami dan melimpahkan berkat-Mu atas kami. Meski aku tak pantas mendapatkan pertolongan-Mu, aku merasa terpikat kepada-Mu oleh kasih, sebab Engkau baik hati dan penuh belas kasihan.

Begitu banyak yang berpaling kepada-Mu dengan penuh kepercayaan telah menerima dan mendapati permohonan-permohonan mereka dikabulkan. Pandanglah aku sementara aku datang di hadapan-Mu, membuka hatiku kepada-Mu dengan doa-doa dan pengharapan. Aku haturkan kepada-Mu secara istimewa permohonan ini, yang aku percayakan kepada Hati-mu yang penuh belas kasih: (sebutkan permohonan).

Merajalah atasku, ya Kanak-kanak Yesus terkasih, dan lakukanlah kepadaku dan kepada milik kepunyaanku seturut kehendak-Mu yang kudus, sebab aku tahu bahwa dalam kebijaksanaan dan kasih ilahi-Mu, Engkau akan mengatur segala sesuatunya demi yang terbaik. Janganlah kiranya Engkau menarik tangan-Mu daripadaku, melainkan lindungilah dan berkatilah aku selamanya.

Aku berdoa kepada-Mu, ya Kanak-kanak Yesus yang mahakuasa dan pengasih, demi masa kanak-kanak-Mu yang kudus, dalam nama BundaMu Maria yang Tersuci, yang merawat-Mu dengan kelemah lembutan begitu rupa, dan dengan penghormatan mendalam kepada St Yosef yang menggendong-Mu dalam pelukannya, sudi tolonglah aku dalam kesulitanku. Ijinkanlah aku mengecap bahagia sejati bersama Engkau, ya Kanak-kanak Kudus terkasih, sekarang dan dalam keabadian, dan aku akan mengucap syukur kepada-Mu untuk selama-lamanya dengan segenap hatiku. Amin.”

Indulgensi sebagian diberikan kepada umat beriman yang dengan tekun ikut ambil bagian dalam praktek saleh novena bersama yang dilakukan menjelang Hari Raya Natal atau Hari Raya Pentakosta atau Hari Raya SP Maria Dikandung Tanpa Dosa (Pedoman Indulgensi, No 34).

Apakah Api Penyucian itu Ada?



Pada tanggal 17 September 2002, Paus Yohanes Paulus II memang menekankan pentingnya berdoa bagi jiwa-jiwa di api penyucian. Beliau mengatakan, “Bentuk belas kasih kepada sesama yang pertama dan terutama adalah kerinduan yang besar akan keselamatan kekal mereka…. Cinta kasih Kristiani tak mengenal batas serta melampaui batas-batas ruang dan waktu, sehingga memungkinkan kita untuk mengasihi mereka yang telah meninggalkan dunia ini.” Sebab itu, bukan hanya keyakinan akan api penyucian, melainkan juga kewajiban rohani untuk berdoa bagi jiwa-jiwa di api penyucian tetap merupakan bagian dari iman Katolik kita.

Bertentangan dengan apa yang diyakini secara salah oleh sebagian orang, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja Konsili Vatikan II menegaskan, “Itulah iman yang layak kita hormati, pusaka para leluhur kita: iman akan persekutuan hidup dengan para saudara yang sudah mulai di sorga, atau sesudah meninggal masih mengalami pentahiran. Konsili suci ini penuh khidmat menerima iman itu, dan menyajikan lagi ketetapan-ketetapan Konsili-konsili suci Nicea II, Florensia dan Trente.” (no. 51)

Di samping itu, Katekismus Gereja Katolik dengan jelas menegaskan keyakinan Gereja akan api penyucian dan pemurnian jiwa sesudah kematian, “Siapa yang mati dalam rahmat dan dalam persahabatan dengan Allah, namun belum disucikan sepenuhnya, memang sudah pasti akan keselamatan abadinya, tetapi ia masih harus menjalankan satu penyucian untuk memperoleh kekudusan yang perlu, supaya dapat masuk ke dalam kegembiraan surga. Gereja menamakan penyucian akhir para terpilih, yang sangat berbeda dengan siksa para terkutuk, purgatorium [api penyucian]” (no. 1030-31).

Seperti dinyatakan dalam Vatikan II, Gereja secara konsisten percaya akan pemurnian jiwa sesudah kematian. Keyakinan ini berakar pada Perjanjian Lama. Baca selengkapnya tentang dasar api penyucian.

Tafsir rabiah atas Kitab Suci menegaskan keyakinan ini. Dalam Kitab Zakharia, Tuhan bersabda, “Aku akan menaruh yang sepertiga itu dalam api dan akan memurnikan mereka seperti orang memurnikan perak. Aku akan menguji mereka, seperti orang menguji emas.” Sekolah Rabi Shammai menafsirkan ayat ini sebagai pemurnian jiwa melalui belas kasihan dan kebaikan Tuhan, mempersiapkan jiwa untuk kehidupan kekal. Dalam Kitab Sirakh 7:33 tertulis, “orang mati pun jangan kau kecualikan pula dari kerelaanmu”, ditafsirkan sebagai memohon kepada Tuhan untuk membersihkan jiwa. Singkat kata, Perjanjian Lama dengan jelas menegaskan adanya semacam proses pemurnian bagi jiwa umat beriman setelah mereka meninggal dunia.

Perjanjian Baru hanya memiliki sedikit referensi mengenai penyucian jiwa atau bahkan mengenai surga. Perjanjian Baru lebih berfokus pada pewartaan Injil dan menanti kedatangan Kristus yang kedua kalinya, yang baru kemudian disadari oleh para penulis Kitab Suci dapat terjadi sesudah kematian mereka sendiri. Namun demikian, dalam Matius 12:32 pernyataan Yesus bahwa dosa-dosa tertentu “tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak,” sekurang-kurangnya menimbulkan gambaran akan adanya pemurnian jiwa sesudah kematian. Paus St Gregorius (wafat thn 604) menyatakan, “Untuk dosa-dosa tertentu yang lebih ringan, kita harus percaya bahwa, sebelum Pengadilan Terakhir, terdapat suatu api yang memurnikan.

Ia, yang adalah Kebenaran, bersabda bahwa barangsiapa mengucapkan sesuatu menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak. Dari kalimat ini kita mengerti bahwa dosa-dosa tertentu dapat diampuni di dunia ini, tetapi dosa-dosa tertentu lainnya diampuni di dunia yang akan datang.” Demikian juga Konsili Lyon menegaskan tafsiran atas ajaran Kristus ini.

Gereja Perdana melestarikan keyakinan dalam mempersembahkan doa-doa demi pemurnian jiwa. Paus St Gregorius menyatakan, “Janganlah kita ragu-ragu menolong mereka yang telah meninggal dunia dengan mempersembahkan doa-doa kita bagi mereka.” St. Ambrosius (wafat thn 397) menyampaikan khotbahnya, “Kita mengasihi mereka semasa mereka hidup; janganlah kita mengabaikan mereka setelah mereka meninggal, hingga kita menghantar mereka melalui doa-doa kita ke dalam rumah Bapa.” Lagipula, Gereja telah berulangkali menegaskan keyakinan ini, seperti dinyatakan dalam Vatikan II.

Sebenarnya, kunci dari jawaban ini adalah memahami keindahan di balik doktrin api penyucian. Kita percaya bahwa Tuhan menganugerahkan kepada kita kehendak bebas agar kita dapat memilih antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang jahat. Kehendak bebas memungkinkan kita untuk menetapkan satu pilihan yang paling utama - yaitu mengasihi Tuhan. Tindakan dari kehendak bebas ini juga meminta pertanggungjawaban. Apabila kita memilih untuk tidak mengasihi Tuhan, dan dengan demikian berbuat dosa, kita bertanggung jawab atas dosa yang kita buat.

Tuhan dalam keadilan-Nya menuntut pertanggungjawaban kita atas dosa-dosa yang demikian. Tetapi, dalam kasih dan kerahiman-Nya, Tuhan menghendaki agar kita didamaikan kembali dengan Diri-Nya dan dengan sesama. Semasa kita hidup di dunia, jika kita sungguh mengasihi Tuhan, kita akan memeriksa batin kita, mengakui dosa-dosa kita, menyatakan sesal atasnya, mengakukan dosa-dosa kita itu, dan menerima absolusi atasnya dalam Sakramen Tobat. Kita melakukan penitensi dan penyangkalan diri lainnya guna memulihkan luka akibat dosa. Dengan berbuat demikian, kita akan terus-menerus mengatakan “ya” kepada Tuhan.

Jiwa kita bagaikan sebuah lensa - ketika kita berdosa, kita memburamkan lensa; lensa menjadi kotor dan kita kehilangan fokus kepada Tuhan dalam hidup kita. Melalui pengakuan dosa dan penitensi, Tuhan membersihkan “lensa” jiwa kita. Ketika kita meninggal dunia, jika kita meninggalkan dunia ini dalam ikatan kasih dengan Tuhan, meninggal dalam keadaan rahmat dan persahabatan dengan-Nya, serta bebas dari dosa berat, kita akan memperoleh keselamatan abadi dan menikmati kebahagiaan surgawi - kita akan melihat Tuhan dari muka ke muka. Jika kita meninggal dunia dengan dosa ringan, atau tanpa melakukan penitensi / silih yang cukup bagi dosa-dosa kita, Tuhan dalam kasih, kerahiman, dan keadilan-Nya akan memurnikan jiwa, “membersihkan lensa”. Setelah pemurnian, barulah jiwa akan dipersatukan dengan Tuhan di surga dan menikmati kebahagiaan surgawi.

Protestan mengalami kesulitan dengan doktrin api penyucian karena dua alasan utama: Pertama, ketika Martin Luther menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Jerman pada tahun 1532, ia mengeluarkan tujuh Kitab dari Perjanjian Lama, termasuk kedua Kitab Makabe, di mana setidak-tidaknya pemurnian jiwa dinyatakan secara samar. Kedua, John Calvin mengajarkan bahwa kita telah kehilangan kehendak bebas kita karena dosa asal dan bahwa Tuhan telah menentukan sebelumnya apakah suatu jiwa akan diselamatkan atau dikutuk; karena itu, jika kita tak dapat memilih untuk berbuat dosa dan jika nasib abadi kita sudah ditentukan, siapakah yang membutuhkan api penyucian? Singkatnya, para pemimpin Protestan menolak ajaran Gereja Kristen yang sudah berabad-abad lamanya itu saat mereka menyangkal doktrin api penyucian.

Dalam “Crossing the Threshold of Hope” Paus Yohanes Paulus II menghubungkan “api kasih” Allah yang bernyala-nyala yang disebut-sebut oleh St. Yohanes dari Salib dengan doktrin api penyucian: “Api kasih yang bernyala-nyala” yang dibicarakan oleh St Yohanes, terutama sekali merupakan api yang memurnikan. Malam-malam gelap yang digambarkan oleh Doktor Gereja yang mengagumkan ini berdasarkan pengalaman pribadinya sendiri, serupa, dalam arti tertentu, dengan api penyucian. Tuhan membuat manusia melewati penyucian batin yang demikian dari hawa nafsu dan kodrat rohaninya guna membawanya ke dalam persatuan dengan Diri-Nya Sendiri. Di sini, kita tidak mendapati diri kita di hadapan suatu pengadilan belaka. Kita menghadirkan diri di hadapan kuasa kasih itu sendiri. Dan yang terutama, kasihlah yang menghakimi. Tuhan, yang adalah kasih, menghakimi lewat kasih. Kasihlah yang menuntut pemurnian, sebelum manusia menjadi siap untuk bersatu dengan Tuhan yang adalah panggilan dan kodratnya yang utama.”

Dasar Api Penyucian



Sering kali dipertanyakan kepada orang-orang katolik mengapa mereka berdoa bagi orang mati. Apakah praktek tersebut mempunyai dasar dalam Alkitab? Apakah api penyucian itu?

Berdoa bagi orang mati

Dalam 2 Mak 12:38 -45 diceritakan bagaimana para tentara Yahudi yang tewas dalam perang suci yang dipimpin oleh Yudas Makabe itu kedapatan memiliki jimat-jimat dari berhala kota Yamnia di bawah jubahnya. Hal ini bertentangan dengan hukum Taurat. Menurut kitab Makabe, dosa itulah yang menyebabkan kematian mereka. Maka dari rekan-rekan mereka berdoa bagi mereka “ semoga dosa yang telah dilakukan itu dihapus semuanya” (ayat 42).

Juga didalam kitab Sir 7 : 33 dikatakan “ hendaklah kemurahan hatimu meliputi semua orang yang hidup, tetapi orang matipun jangan kau kecualikan pula dari kemurahanmu”.

Hal itu menunjukkan kepercayaan bahwa sesudah mati pun dosa orang dapat diampuni berkat doa-doa dan kurban bagi mereka yang masih hidup. Jadi inilah dasar Alkitabiah dari praktek Gereja Katolik untuk mendoakan orang mati.

Paham Api Penyucian

Paham bahwa sesudah mati dosa-dosa seseorang masih mungkin diampuni tidak hanya disimpulkan dari 2 Mak 12 saja tetapi dari sabda Yesus ini “ Apabila seseorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia. Ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, DI DUNIA INI TIDAK, dan DI DUNIA YANG AKAN DATANG pun tidak”(Matius 12 : 32).

Kesimpulan yang bisa kita tarik dari ayat ini ialah, kalau ada dosa tertentu yang tidak dapat di ampuni baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang, maka ada pula dosa- dosa lain yang bisa diampuni baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang. Kemudian bagaimana dosa-dosa itu diampuni kalau orang masuk surga, tentuny ia tidak lagi mempunyai dosa yang membutuhkan pengampunan. Di surga tidak mungkin ada dosa. Sebaliknya, kalau orang masuk neraka baginya tidak ada lagi kemungkinan untuk masuk surga

(bdk Luk 16 : 19 - 31) , jadi bagaimana mungkin ada dosa-dosa yang bisa diampuni sesudah orang mati sehingga keadaan mereka berubah? Karena keadaan orang yang masuk surga atau neraka sudah definitif (artinya sudah tidak bisa diubah lagi), maka Gereja Katolik berkeyakinan bahwa ada kemungkinan ketiga sesudah orang mati yakni “ api penyucian “.

Makna Rabu Abu



Rabu Abu adalah permulaan Masa Prapaskah, yaitu masa pertobatan, pemeriksaan batin dan berpantang guna mempersiapkan diri untuk Kebangkitan Kristus dan Penebusan dosa kita.

Mengapa pada Hari Rabu Abu kita harus menerima abu di kening kita? Kebiasaan ini sudah sejak lama dilakukan, bahkan berabad-abad sebelum Kristus. Untuk mengetahui kapan Rabu Abu mulai dilakukan, Anda bisa mengetahuinya dengan membaca Sejarah Rabu Abu.

Abu yang digunakan pada Hari Rabu Abu berasal dari daun-daun palma yang telah diberkati pada perayaan Minggu Palma tahun sebelumnya yang telah dibakar. Setelah Pembacaan Injil dan Homili abu diberkati. Abu yang telah diberkati oleh gereja menjadi benda sakramentali.

Dalam upacara kuno, orang-orang Kristen yang melakukan dosa berat diwajibkan untuk menyatakan tobat mereka di hadapan umum. Pada Hari Rabu Abu, Uskup memberkati kain kabung yang harus mereka kenakan selama empat puluh hari serta menaburi mereka dengan abu.

Kemudian sementara umat mendaraskan Tujuh Mazmur Tobat, orang-orang yang berdosa berat itu diusir dari gereja, sama seperti Adam yang diusir dari Taman Eden karena ketidaktaatannya. Mereka tidak diperkenankan masuk gereja sampai Hari Kamis Putih setelah mereka memperoleh rekonsiliasi dengan bertobat sungguh-sungguh selama empat puluh hari dan menerima Sakramen Pengakuan Dosa. Sesudah itu semua umat, baik umum maupun mereka yang baru saja memperoleh rekonsiliasi, bersama-sama mengikuti Misa untuk menerima abu.

Sekarang semua umat menerima abu pada Hari Rabu Abu, adalah sebagai tanda untuk mengingatkan kita untuk bertobat, tanda akan ketidakabadian dunia, dan tanda bahwa satu-satunya Keselamatan ialah dari Tuhan Allah kita.

sumber : Catholic Online Lenten Pages; www.catholic.org/lent/lent.html &
Ask A Franciscan; St. Anthony Messenger Magazine; www.americancatholic.org

Makna Kamis Putih Dalam Gereja Katolik



Dalam Kamis Putih kita diajak untuk merenungkan makna perjamuan malam terakhir yang diadakan oleh Yesus bersama para rasul.

Menurut tradisi Yahudi mencuci kaki adalah sebuah bentuk penghormatan seseorang terhadap orang yang dianggap mempunyai status atau jabatan lebih tinggi atau lebih terhormat. Murid membasuh kaki gurunya sebab menganggap guru mempunyai status yang lebih terhormat daripadanya.

Pada malam Kamis Putih Yesus mencuci kaki para murid. Jelas ini melawan adat, maka ditolak oleh Petrus. Dia yang adalah murid merasa tidak pantas dihormati gurunya sedemikian rupa. Tapi Yesus tidak mundur dengan penolakan Petrus, bahkan Dia mengancam kalau Petrus tidak mau maka dia tidak akan masuk dalam bagian komunitasnya. Aku yakin bahwa yang gelisah dan menolak bukan hanya Petrus melainkan semua murid dan mungkin juga Yudas. Apakah Yesus hanya mau mencari sensasi saja?

Yesus melakukan sebuah perbuatan pasti ada tujuannya. Tindakan mencuci kaki merupakan salah satu bentuk pengajaran bagi para murid. Ini adalah keteladanan mengenai penghormatan. Pada umumnya orang hanya menghormati orang yang dianggap mempunyai status atau kasta yang sederajat atau yang lebih tinggi. Penghormatan hanya berjalan dari bawah ke atas. Yesus sejak awal berusaha membuat sebuah hukum baru, yang berbeda dengan aturan yang berlaku pada umumnya di dunia ini. Dalam Kotbah di Bukit dengan jelas Yesus hendak membangun suatu komunitas yang berbeda dengan masyarakat yang sudah ada. Hal ini bukan sifat Yesus yang aneh-aneh melainkan Dia berusaha membangun sebuah komunitas sempurna.

Dunia mengajarkan penghormatan adalah hak orang yang lebih tinggi martabatnya. Orang yang mempunyai jabatan, kekayaan atau kekuasaan. Orang miskin dan marginal hanya wajib menghormati namun dia tidak mendapat penghormatan. Rakyat wajib menghormati presiden sebaliknya presiden tidak mempunyai kewajiban menghormati rakyatnya. Anak wajib menghormati orang tuanya, sebaliknya orang tua tidak mempunyai kewajiban yang sama. Bahkan tidak jarang orang yang dianggap punya kekuasaan tinggi, jabatan tinggi dan sebagainya dapat sewenang-wenang menindas orang yang dianggap lebih rendah. Penghormatan berlaku dari bawahan pada atasan.

Yesus membalik aturan dunia ini. Dia mengajarkan penghormatan dari atasan pada bawahan. Dari guru pada murid. Dari penguasa pada orang yang tidak berkuasa, dari orang terhormat pada para kaum proletar. Ini adalah pukulan penyadaran bagi para murid. Beberapa kali mereka memperdebatkan siapa yang terbesar diantara mereka, sebab dengan merasa terbesar mereka berhak mendapatkan penghormatan dari yang lainnya. Ini adalah suatu bentuk ketidakadilan dimana orang hanya menuntut penghormatan sebaliknya dia tidak mau menghormati sesamanya.

Semua manusia adalah citra Allah. Bermartabat sama. Namun tata dunia membuat aneka pembedaan. Dunia mengelompokan manusia dalam bermacam tingkatan. Pembagian ini berdasarkan kelahiran, jabatan, kekayaan dan sebagainya. Ada orang yang terlahir sebagai bangsawan, maka dia secara otomatis menempati sebuah posisi tertentu. Dia menjadi lebih unggul dibandingkan dengan orang lain. Pada jaman dulu budaya Jawa sangat ketat mempertahankan kebangsawanan.

Orang yang terlahir sebagai bangsawan tidak boleh bergaul dengan orang yang bukan bangsawan atau bangsawan yang lebih rendah. Apalagi mereka menikah dan sebagainya. Kisah kasih Pronocitro dan Roro Jogran mencerminkan adanya batasan itu. Dalam budaya Cina juga ada kisah Sam Pek dan Ing Tay yang mencerminkan hal yang sama. Namun sekarang gelar kebangsawanan tidak lagi mendampatkan penghormatan, maka orang berusaha mencari aneka gelar akademik, kekayaan dan jabatan untuk memperoleh penghormatan.

Orang sangat bangga bila di depan atau belakang namanya ada aneka gelar akademik atau aneka jabatan. Semua gelar ditulis rapi agar orang yang tidak punya gelar menghormatinya. Tata nilai dunia ini tidak adil, sebab kapankah Mbok Jah yang hanya berjualan sayuran eceran atau Laksmi yang hanya seorang pekerja seks kelas teri di stasiun atau Asep yang hanya anak jalanan akan dihormati oleh orang lain yang bergelar profesor, berjabatan sekwilda dan sebagainya? Mereka hanya akan diperlakukan sewenang-wenang, tidak dianggap manusia, padahal martabat Asep sama dengan Pak Banu yang berpangkat jendral. Keduanya adalah citra Allah.

Suatu hari aku dan teman-teman dari rumah singgah diundang seseorang yang berulang tahun di sebuah rumah makan mewah. Ketika kami datang, maka orang itu langsung mempersilahkan aku duduk di tempat yang sudah disediakan, sedangkan teman-temanku yang lain tidak dipedulikan. Hal ini terjadi karena aku adalah seorang imam dan teman-temanku adalah anak jalanan. Padahal martabatku sama dengan mereka. Inilah nilai dunia yang hendak diubah oleh Yesus.

Penghormatan kepada kaum bawahan hanya bisa dilakukan bila orang yang dianggap atasan berani melepaskan atribut pemberian duniawi yang menempel di dirinya. Yesus melepaskan jubahnya yang melambangkan statusNya sebagai guru. Dia mengambil posisi hamba. Ini adalah salah satu bentuk pengosongan diri. Yesus sadar bahwa Dia adalah Guru namun berani melepaskan lambang-lambang keguruan. Keguruan Yesus bukan terletak pada lambang jubah melainkan kewibawaannya dalam mengajar, teguh dalam prinsip, kearifan, kebijaksanaan, belas kasih dan sebagainya. Dengan demikian keguruan Yesus bukan dari apa yang ditempelkan oleh masyarakat melainkan apa yang ada dalam diriNya.

Maka dalam Kamis Putih kita diingatkan kembali akan semuanya itu oleh Yesus yang dengan tegas mengatakan bahwa Dia adalah Guru dan Tuhan mau melakukan pembasuhan kaki para murid.

Dari semuanya yang terpenting bagi kita sekarang adalah belajar "jangan membandingkan"

Doa Persembahan Kepada Hati Ibu Maria Yang Tak Bernoda



Perawan Fatima, Bunda yang penuh belas kasih, Ratu Surga dan Bumi, Perlindungan orang berdosa, kami yang bergabung dalam Gerakan Imam Maria, mempersembahkan diri secara khusus kepada Hatimu Yang Tak Bernoda.

Dengan Doa Persembahan ini, kami bermaksud untuk hidup bersamamu dan melalui dikau, melakukan kewajiban yang kami terima dari Janji Pembaptisan kami. Selanjutnya, kami berjanji untuk sungguh mengusahakan pertobatan batin yang amat dituntut oleh Injil, suatu pertobatan yang akan membebaskan kami dari setiap keterlibatan diri dan mudahnya berkompromi dengan dunia, hingga, seperti engkau, kami hanya bersedia melakukan kehendak Bapa.

Kepada mu, kami ingin memasrahkan hidup Kristiani dan panggilan kami, dengan demikian engkau dapat menggunakan diri kami, dalam rangka penyelamatan, pada saat-saat yang menentukan bagi dunia, sekarang ini. Kami berjanji akan hidup menurut yang engkau inginkan, terutama yang berkenaan dengan pembaharuan kehidupan doa dan silih kami, terlibat secara sungguh-sungguh dalam Perayaan Ekaristi dan kerasulan, berdoa rosario setiap hari dan sikap hidup yang cermat, sesuai dengan Injil, yang bagi semua orang merupakan penghayatan keutamaan Kristiani, terutama dalam hal kemurnian.

Kami berjanji kepadamu, untuk bersatu dengan Bapa Suci, tata pimpinan Gereja dan imam kami dan dengan demikian membangun benteng terhadap usaha penolakan akan wewenang mengajar, yang mengancam dasar Gereja yang paling hakiki.

Dibawah perlindunganmu, kami ingin menjadi rasul dalam kesatuan doa yang amat diperlukan ini dan demi cinta kepada Bapa Suci. Bagi beliau, kami memohonkan perlindungan yang khusus.

Akhirnya, kami berjanji untuk membawa sebanyak mungkin, jiwa yang kami jumpai dan kenal, supaya membaharui pengabdian kepadamu. Kami prihatin akan ateisme yang telah menyebabkan kehancuran iman sejumlah besar umat beriman, penodaan telah mencemari bait Allah yang suci, gelombang kejahatan dan dosa makin menyebar luas di seluruh dunia. Dengan penuh kepercayaan, kami berpaling kepadamu, ya Bunda Kristus, Tuhan dan Allah kami dan Bunda kami yang kuasa dan berbelas kasih. Pada hari ini, kami kembali memohon dan menanti darimu, penyelamatan bagi semua anakmu, ya Perawan Maria yang baik dan penuh kasih. Amin.

Dosa Kesombongan (19 Juli 2011)

Bacaan I Kel 14: 21-15:1
MT Kel 15:8-12.17
Bacaan Injil Mat 12:46-50

Dear Sahabat, salah satu dosa yang bisa membunuh jiwa adalah kesombongan. Manusia punya kecenderungan untuk menjadi sombong. Manusia cenderung pamer diri, pamer kekuasaan, pamer kekuatan. Tidak mau dicap bodoh dan salah. Apalagi jika seorang dalam posisi sebagai peguasa. Dan itu sangat nampak dalam kehidupan antara majikan dan buruh, pemerintah dan rakyat, antara atasan dan bawahan. Seorang yang sombong biasanya orang tersebut pasti tidak mau belajar dari orang lain, tidak mau mendengarkan nasihat orang, pasti paling benar dan yang lain salah. Maka yang terjadi adalah orang lain tidak simpatik, bersikap masa bodoh, dan kalau ini terjadi dalam institusi pemerintah atau perusahaan akan menyebabkan penolakkan dan pemberontakkan. Dalam Bacaan Pertama hari ini, digambarkan bagaimana Raja Mesir dan tentaranya dimusnakan oleh Allah. Mereka dimusnakan karena kesombongan mereka, yang merasa bahwa mereka mempunyai kekuatan yang hebat.

Sahabat, mari kita menjadi manusia rendah hati, yang mau mawas diri, menyadari diri dan mau belajar dari orang lain. Semakin rendah hati, maka semakin mulia orang tersebut dan sangat berharga di mata Allah.

Vivat Cor Iesu
Rm. F.A. Adi Purnama S, SCJ
18 Juli 2011